TEMPO.CO, Jakarta - Ahli hukum pidana dari Universitas Diponegoro, Barda Nawawi Arief, mengatakan, Indonesia memerlukan hukum yang mengatur santet. Soalnya, fenomena tersebut memang terjadi di negara ini.
"Di Indonesia jelas-jelas ada korban dan ada pembalasan yang emosional sifatnya, ini belum ada hukumnya. Jadi bukan tanpa sebab menyusun itu," katanya saat dihubungi, Ahad, 17 Maret 2013.
Menurut Barda, pengaturan tersebut untuk mencegah tindak penghakiman massal. Sebab, selama ini orang yang diduga menggunakan ilmu hitam langsung ditindak oleh masyarakat tanpa melibatkan aparat penegak hukum. "Apabila itu tidak diatur, kenyataannya orang Indonesia main hakim sendiri, dukun santet dibunuh," ujar dia.
Oleh karena itu, lanjut Barda, setelah melakukan kajian ilmiah di tiap wilayah dan seminar berulang kali, para ahli hukum pidana pun menyarankan agar hal itu dimasukkan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disusun pemeritah. Dalam kitab tersebut pasal 293 disebutkan bahwa orang yang membantu melakukan tindak pidana dengan cara gaib diancam hukuman penjara 5 tahun.
Barda yang merupakan salah satu tim penyusun RUU KUHP itu menjelaskan, pasal tersebut bukan merupakan delik. Dia menyebutkan, itu adalah perluasan dari Pasal 162 KUHP yang melarang bantuan melakukan tindak pidana. Pelarangan itu kemudian diperluas, termasuk dalam bantuan non-fisik. "Kalau hukum Belanda, selalu yang dimaksudkan sarana fisik, sementara di Indonesia ada bantuan non-fisik," katanya.
NUR ALFIYAH
Terpopuler:
KPK Sita Enam Bus Milik Djoko Susilo
Hercules Punya Jasa kepada Kopassus
Ini Kata Ahok Soal Jokowi Potensial Jadi Capres
Punya Usaha Perikanan, Kenapa Hercules Memeras?
Kisah Hercules, Bos Preman dari Tanah Abang
Hercules Pemegang Bintang Setya Lencana Seroja
Ini Kronologi Penyerangan Kantor Tempo
Hercules, dari Preman hingga Pemimpin Akademi
Ada Tiga Tingkatan Preman di Jakarta
Ibas Menjawab Tudingan Terima Duit Hambalang
Berita terkait
Ikut Uji Kepatutan Calon Hakim Agung Tiga Kali, Triyono Martanto Belum Diluluskan oleh DPR
28 Maret 2023
Komisi Hukum DPR memutuskan tidak memberikan persetujuan terhadap calon hakim agung kamar Tata Usaha Negara khusus pajak Triyono Martanto.
Baca SelengkapnyaTak Sembarang Perkara Pidana Bisa Menggunakan Restorative Justice
1 Oktober 2022
Walau tergolong produk hukum yang baru di Indonesia, restorative justice telah diterapkan dalam beberapa perkara pidana
Baca SelengkapnyaInovasi Ini, Bantu Masyarakat Lebih Melek Hukum
11 Oktober 2017
Lawble, merupakan inovasi pada aplikasi teknologi hukum digital yang bertujuan membantu masyarakat Inonesia lebih paham hukum.
Baca SelengkapnyaKapolda Iriawan: Kasus Antasari Azhar Sudah Inkrah
15 Februari 2017
Kapolda Metro Iriawan mengatakan sudah beberapa kali mempertanyakan barang bukti berupa telepon genggam, namun hal itu tak bisa ditunjukkan Antasari.
Baca SelengkapnyaPekan Depan, Draf Kebijakan Hukum Dipaparkan ke Presiden
5 Oktober 2016
Nantinya, paket kebijakan hukum itu dapat berupa revisi undang-undang, pembentukan badan hukum, atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Baca SelengkapnyaJokowi: Kalau Terima Revisi PP Remisi, Saya Kembalikan
22 September 2016
"Saya belum tahu detail isinya, tapi sudah saya jawab, kembalikan saja," ujar Presiden sambil tertawa.
Baca SelengkapnyaBamsoet Desak Polri Usut Tuntas Kasus Vaksin Palsu
17 Juli 2016
Polisi diminta serius menelusuri kasus vaksin palsu dan mengumumkan jumlah balita korban kasus vaksi palsu.
Baca SelengkapnyaTiga Sebab Penegakan Hukum Indonesia Menurun Versi Muladi
28 Mei 2016
Mantan Gubernur Lembaga Pertahanan Nasional Muladi menilai penegakan hukum di Indonesia sangat menyedihkan.
Baca SelengkapnyaSoal Usia Nikah Perempuan, Hakim Maria Dissenting Opinion
18 Juni 2015
Undang-Undang Perkawinan dinilai tak relevan. Memunculkan masalah hukum, kesehatan, dan psikologis.
Baca SelengkapnyaIni Terobosan Kabupaten Purwakarta: Bentuk Mahkamah Adat
12 Juni 2015
Ada lima desa yang tahun ini menerapkan mekanisme restorative justice, atau peradilan yang memulihkan, dengan prinsip dasar mediasi.