TEMPO Interaktif, Jakarta: Sekitar 500 anggota Gerakan Hizbut Tahrir berunjukrasa menolak kapitalisasi pendidikan, di depan Istana Negara, Jalan Merdeka Utara Jakarta, Sabtu siang (14/8). Massa yang bergerak dari Masjid Istiqlal menuju Istana Negara itu umumnya mengenakan pakaian hitam dan putih. Mereka meneriakkan slogan "pendidikan murah untuk rakyat." Aksi damai ini, mengangkat dua isu pendidikan yaitu kapitalisasi serta otonomi pendidikan.Ismail Yusanto, juru bicara HTI, menilai kapitalisasi pendidikan telah mengubah fungsi penyelenggara pendidikan menjadi industri yang hanya mencari laba sebesar-besarnya.Sedangkan otonomi pendidikan menambah fungsi institusi pendidikan sebagai penyelenggara sekaligus sebagai pencari dana. "Otonomi pendidikan adalah isu yang sengaja dibuat pemerintah untuk lepas tanggung jawab dalam mendanai pendidikan," tudingnya.Ismail menambahkan, otonomi pendidikan juga berdampak pada penggelembungan biaya pendidikan yang harus ditanggung masyarakat. "Bayangkan, untuk masuk SD saja harus bayar 7 juta rupiah," ungkapnya. HTI menuntut pemerintah mengembalikan fungsi pendidikan sebagai pelayanan masyarakat. Pemerintah, katanya, harus bertanggungjawab menyediakan dan menganggarkan dana pendidikan. Sedangkan institusi pendidikan bertugas menyelenggarakan pendidikan. "Jangan semua ditimpakan ke penyelenggara dan masyarakat," tandasnya.Dia memberikan gambaran tidak seimbangnya penempatan anggaran belanja negara. Anggaran untuk restrukturisasi perbankan mencapai Rp 90 triliun sedangkan anggaran pendidikan yang terealisasi hanya Rp 13 triliun pada periode yang sama. Gerakan Islam itu juga menuntut pemerintah meninjau ulang kebijakan penetapan Badan Hukum Milik Negara kepada sejumlah Perguruan Tinggi Negeri karena terbukti membuat biaya pendidikan menjadi kian mahal. Selain itu, HTI mendesak pemerintah menyelenggarakan pendidikan murah bagi seluruh rakyat Indonesia.Erma Yulihastin - Tempo News Room