Petani Yogya Tolak Inventarisasi Tanah Keraton

Reporter

Editor

Raihul Fadjri

Jumat, 22 Februari 2013 19:13 WIB

Seorang petani memanen kedelai yang ditanam setahun sekali di ladangnya di Kecamatan Nglendah, Kulonprogo, Yogyakarta, Selasa (25/7). ANTARA/Regina Safri

TEMPO.CO, Yogyakarta - Petani di pesisir pantai Kulon Progo Yogyakara menolak rencana Keraton dan Puro Pakualaman Yogyakarta menginventarisasi lahan magersari yang tersebar di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. "Kalau inventarisasi itu untuk sertifikasi atas nama Pakualaman atau Keraton, kami akan menolak dan siap mempertahankan tanah kami," kata Rupingi, petani pesisir pantai Kulon Progo yang juga tokoh Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo kepada Tempo, Jumat 22 Februari 2013.

Inventarisasi tanah Sultan dan Pakualaman Ground ini dilakukan serentak oleh Keraton dan Pakualaman dari Februari hingga selesai Juni mendatang. Selama inventarisasi Keraton dan Pakualaman menghentikan sementara pemberian dan perpanjangan surat kekancingan. "Ini dilakukan serentak Keraton dan Pakualaman, sebelum perda keistimewaan pertanahan dibahas," kata kerabat Puro Pakualaman Kanjeng Pangeran Hario Kusumoparastho.

Inventarisir sebagai pelaksanaan Undang -Undang Keistimewaan. Dalam undang-undang itu pada Bab X Pasal 32 dan 33 menegaskan Keraton dan Pakualaman sebagai subjek hak yang punya hak milik atas tanah magersari. Keraton dan Pakualaman berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah itu dan dapat segera membuat sertifikat hak milik.

Warga yang ingin mengelola harus punya ijin tertulis atau membuat sertifikat hak guna. "Tanah ini kan hanya ditata, bukan untuk mencabut kekancingan atau mengusir warga," kata Kusumo. Penataan itu juga untuk mengetahui jumlah lahan yang telah terlanjur beralih fungsi, tanpa ijin, dan dijual.

Tapi petani menduga inventarisasi itu karena proyek penambangan pasir besi di pesisir pantai Kulon Progo mandeg akibat terus dilawan petani. Keraton dan Pukualaman adalah pemilik saham perusahaan tambang pasir besi itu. "Soal kepemilikan lahan itu (Pakualaman Ground) kan hanya klaim. Wong mereka saja tidak pernah ke sini,” kata Rupingi. Petani selama puluhan tahun menggarap tanah ini berdasarkan Undang-Undang Agraria. “Kami yang mengelola turun temurun.”

Aktivis yang mengadvokasi petani Kulon Progo Ulin L. Nuha mengatakan inventarisasi itu mesti jelas dasarnya. "UU Keistimewaan itu maknanya terlalu luas. Mana yang disebut tanah Sultan dan Pakualaman Ground kan tidak jelas. Apa mereka punya data?" kata dia.

Ketua Komisi A DPRD DIY Ahmad Subangi mengingatkan, upaya inventarisir itu jangan sampai menimbulkan gejolak masyarakat. “Persoalan tanah merupakan kondisi sangat sensisitif,” katanya.

PRIBADI WICAKSONO

Berita terkait

Cerita dari Kampung Arab Kini

9 hari lalu

Cerita dari Kampung Arab Kini

Kampung Arab di Pekojan, Jakarta Pusat, makin redup. Warga keturunan Arab di sana pindah ke wilayah lain, terutama ke Condet, Jakarta Timur.

Baca Selengkapnya

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

13 hari lalu

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

Sekda DIY Beny Suharsono menyatakan open house Syawalan digelar Sultan HB X ini yang pertama kali diselenggarakan setelah 4 tahun absen gegara pandemi

Baca Selengkapnya

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

49 hari lalu

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755

Baca Selengkapnya

DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

53 hari lalu

DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

Tiga makam yang disambangi merupakan tempat disemayamkannya raja-raja Keraton Yogyakarta, para adipati Puro Pakualaman, serta leluhur Kerajaan Mataram

Baca Selengkapnya

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

57 hari lalu

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto menegaskan tidak boleh ada sweeping rumah makan saat Ramadan. Begini penjelasannya.

Baca Selengkapnya

Badai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan

20 Januari 2024

Badai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan

Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mencatat 27 kejadian kerusakan dampak Badai Tropis Anggrek yang terdeteksi di Samudera Hindia.

Baca Selengkapnya

Yogyakarta Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang, BMKG : Potensi Sama sampai Minggu

4 Januari 2024

Yogyakarta Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang, BMKG : Potensi Sama sampai Minggu

BMKG menjelaskan perkiraan cuaca Yogyakarta dan sekitarnya hingga akhir pekan ini, penting diketahui wisatawan yang akan liburan ke sana.

Baca Selengkapnya

Gunung Merapi Keluarkan Awan Panas, Sejumlah Desa Terkena Dampak

8 Desember 2023

Gunung Merapi Keluarkan Awan Panas, Sejumlah Desa Terkena Dampak

Gunung Merapi di perbatasan antara Jawa Tengah dan Yogyakarta mengeluarkan awan panas guguran.

Baca Selengkapnya

Kader PSI Ade Armando Dilaporkan ke Polisi Dijerat UU ITE, Begini Bunyi Pasal dan Ancaman Hukumannya

8 Desember 2023

Kader PSI Ade Armando Dilaporkan ke Polisi Dijerat UU ITE, Begini Bunyi Pasal dan Ancaman Hukumannya

Politikus PSI Ade Armando dipolisikan karena sebut politik dinasti di Yogyakarta. Ia dituduh langgar Pasal 28 UU ITE. Begini bunyi dan ancaman hukuman

Baca Selengkapnya

Begini Sejarah Panjang Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa

8 Desember 2023

Begini Sejarah Panjang Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki sejarah panjang hingga memiliki otonomi khusus. Berikut penjelasannya.

Baca Selengkapnya