Surat Perintah Penyidikan yang dikeluarkan KPK untuk memeriksa Anas Urbaningrum terkait kasus pembangunan Pusat Olahraga Hambalang. (istimewa)
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi memutuskan untuk membentuk komite etik sehubungan bocornya draf surat perintah dimulainya penyidikan atau sprindik kasus Anas Urbaningrum. Berdasarkan hasil penyelidikan internal yang dibentuk dua pekan lalu, KPK menyatakan bahwa dokumen yang beredar di sejumlah media massa sahih milik lembaga itu.
“Dokumen yang beredar itu adalah dokumen milik KPK,” ujar Juru Bicara KPK Johan Budi SP saat menggelar konferensi pers di kantornya, Kamis malam, 21 Februari 2013.
Menurut Johan, meskipun asli, surat tersebut belum memiliki nomor. “Sehingga belum menjadi dokumen sah,” kata Johan. Surat yang beredar dua pekan lalu itu, menyebut Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka suap proyek Hambalang. Anas diduga menerima mobil Toyota Harrier dari PT Adhi Karya untuk memuluskan proyek itu.
Rapat pimpinan dan penasihat KPK hari ini memutuskan pembentukan komite etik atas kebocoran dokumen tersebut. “Akan dibentuk dalam waktu dua minggu,” kata Johan. Komite akan berisi unsur internal dan eksternal KPK.
Johan menolak untuk menyebut pembentukan komite etik sebagai pertanda adanya pimpinan yang dinyatakan bersalah dan bertanggung jawab dalam kebocoran dokumen itu. “Pelakunya belum bisa disimpulkan, tapi bisa pegawai atau pimpinan,” kata dia. Pernyataan Johan berbeda dengan keterangannya pekan lalu.
Sebelumnya, dia menyebut pembentukan komite etik hanya terjadi jika ditemukan pelanggaran oleh pemimpin KPK. Sedangkan, jika pelaku pembocoran berkas itu dilakukan oleh pegawai KPK, hanya akan dibentuk dewan pengawas pegawai.
Namun Johan memastikan adanya sanksi yang bakal diterapkan bagi para pelaku. “Mulai dari teguran tertulis hingga pemecatan,” ujar dia.