Yogya Bakal Pulihkan Ciri Fisik Tata Kota

Reporter

Editor

Sunu Dyantoro

Selasa, 12 Februari 2013 19:44 WIB

Pemandangan Tugu Pal Putih setelah selesainya program "Revitalisasi Cagar Budaya" di Yogyakarta. TEMPO/Suryo Wibowo.

TEMPO.CO, Yogyakarta- Ketua Dewan Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Yuwono Sri Suwito mengatakan, Peraturan Daerah Istimewa, yang saat ini sedang dalam penyusunan, akan memuat aturan untuk pemulihan warisan penting Pangeran Mangkubumi atau Sultan Hamengkubuwono I. Salah satunya warisan tata kota, yakni pengembalian ciri fisik dari sumbu filosofis penghubung Tugu Yogyakarta, Keraton dan Panggung Krapyak, yang menjadi pondasi utama arsitektur Kraton Yogyakarta.

"Kami usulkan untuk mengembalikan nama jalan-jalannya hingga simbol vegetasi di jalur penghubung sumbu ini," kata dia saat berbicara dalam Diskusi Publik Peringatan Perjuangan Pangeran Mangkubumi di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosumantri Universitas Gadjah Mada, Selasa 12 Februari 2013. Dia menjelaskan salah satu ciri fisik yang mengandung nilai filosofis, tapi lama lenyap ialan nama empat jalan penghubung sumbu Tugu, Keraton dan Panggung Krapyak. "Untuk pengubahan nama jalan, hanya ini yang kami usulkan, sebab ada nilai filosofisnya," kata dia.

Dua jalan dari tugu hingga kilometer nol semestinya Margotomo (dengan huruf a) dan Malioboro (dengan huruf o). "Maknanya, jalan menuju keutamaan (margotomo) dan jalan yang harus dilewati dengan obor (malioboro) atau panduan ajaran Walisongo," kata dia. Sedangkan jalan penghubung Panggung Krapyak dengan Plengkung Gading atau Alun-alun Selatan, kata dia, ialah Margomulyo (dengan huruf a) dan Pangiraan. Maknanya jalan menuju kemuliaan (Margomulyo) dan jalan yang harus dilewati dengan pengetahuan.

Menurut Yuwono jalan penyambung sumbu filosofis ini juga dirancang oleh raja pendiri Kraton Yogyakarta memiliki vegetasi berbeda. Jalan dari Tugu hingga kilometer nol hanya ditanami pohon asem dan gayam. Sedangkan vegetasi di jalan antara Plengkung Gading Alun-alun Selatan dengan Panggung Krapyak hanya ditumbuhi tanaman asem dan tanjung. Maksudnya, dia melanjutkan, mereka yang memasuki kota Yogyakarta pasti kesengsem atau senang (disimbolkan dengan pohon asem) sebab diayomi sultan (disimbolkan pohon gayam). Sedangkan pohon asem dan tanjung bermakna kecantikan putri-putri dari Yogyakarta yang patut mendapat sanjungan (disimbolkan pohon tanjung) dari tamu-tamu yang datang ke Yogyakarta.

Menurut Yuwono Pangeran Mangkubumi tak hanya memiliki bakat sebagai negarawan ulung tapi juga arsitek dan pemikir kebudayaan. Raja yang naik tahta pasca perjanjian Giyanti ini merupakan insinyur perancang desain kraton Solo dan Yogyakarta. "Desain Kraton Solo dan Yogyakarta hampir mirip, tapi di Yogyakarta Pangeran Mangkubumi memberi sentuhan filosofis Islam Jawa lebih kental," kata dia.

Warisan arsitektur Pangeran Mangkubumi juga tak hanya Keraton Yogyakarta. Kata Yuwono, bekas lokasi benteng pertahanan laskar Pangeran Mangkubumi di kawasan Ambarketawang, Sleman, juga menjadi warisan monumental. "Benteng itu dibangun dalam waktu singkat, tapi dindingnya lumayan tebal dan berdempetan dengan kawasan pegunungan, jadi kokoh untuk pertahanan," kata dia.

Kepala Pusat Studi Kebudayaan UGM, Aprinus Salam, berpendapat Perda Istimewa memang perlu memberi perhatian penting pada revitalisasi tata kota Yogyakarta. "Tak hanya harus menghidupkan kembali warisan sejarah, tapi juga mengembalikan karakter khasnya sebagai kota budaya yang nyaman," ujar Aprinus.

Karena itu, kata Aprinus, selain memulihkan berbagai warisan budaya dalam hal tata kota, Perda Istimewa juga perlu mengadopsi spirit menciptakan kota yang nyaman dan tenteram. "Sifat aturannya juga harus mengikat dan poinnya konkret agar mudah terealisasi," kata dia.

Dia menyarankan perumus Perda Istimewa perlu mempertimbangkan pemasukan ketentuan mengenai adanya simbol kebudayaan khusus yang melekat pada setiap gedung. "Intinya suasana budaya khas Yogyakarta harus muncul ketika orang masuk ke kota ini," ujar Aprinus.

Aprinus menambahkan Perda Istimewa juga perlu mendorong regulasi mengenai tata kota yang menjamin adanya ruang publik memadai. Selain itu, untuk menjamin kenyamanan, jalanan di kota harus memberi ruang lapang untuk pejalan kaki dan pengendara sepeda. "Jadi karakter kebudayaan kuat dan kenyamanan kota Yogyakarta juga kembali muncul," katanya.

ADDI MAWAHIBUN IDHOM




Baca juga:

Hilang Jejaklah si Harrier Hitam Itu

Ini Daftar Pemegang 'Sprindik' Anas di KPK

Anas Bakal Tersandung Mobil Harrier?

Ini Jejak Anas di Hambalang

Berita terkait

Cerita dari Kampung Arab Kini

10 hari lalu

Cerita dari Kampung Arab Kini

Kampung Arab di Pekojan, Jakarta Pusat, makin redup. Warga keturunan Arab di sana pindah ke wilayah lain, terutama ke Condet, Jakarta Timur.

Baca Selengkapnya

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

13 hari lalu

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

Sekda DIY Beny Suharsono menyatakan open house Syawalan digelar Sultan HB X ini yang pertama kali diselenggarakan setelah 4 tahun absen gegara pandemi

Baca Selengkapnya

78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

28 hari lalu

78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.

Baca Selengkapnya

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

49 hari lalu

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755

Baca Selengkapnya

DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

54 hari lalu

DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

Tiga makam yang disambangi merupakan tempat disemayamkannya raja-raja Keraton Yogyakarta, para adipati Puro Pakualaman, serta leluhur Kerajaan Mataram

Baca Selengkapnya

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

58 hari lalu

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto menegaskan tidak boleh ada sweeping rumah makan saat Ramadan. Begini penjelasannya.

Baca Selengkapnya

Badai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan

20 Januari 2024

Badai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan

Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mencatat 27 kejadian kerusakan dampak Badai Tropis Anggrek yang terdeteksi di Samudera Hindia.

Baca Selengkapnya

Yogyakarta Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang, BMKG : Potensi Sama sampai Minggu

4 Januari 2024

Yogyakarta Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang, BMKG : Potensi Sama sampai Minggu

BMKG menjelaskan perkiraan cuaca Yogyakarta dan sekitarnya hingga akhir pekan ini, penting diketahui wisatawan yang akan liburan ke sana.

Baca Selengkapnya

HUT UGM ke-74, Peran Besar Sri Sultan Hamengkubuwono IX Dirikan Universitas Gadjah Mada

19 Desember 2023

HUT UGM ke-74, Peran Besar Sri Sultan Hamengkubuwono IX Dirikan Universitas Gadjah Mada

Hari ini UGM genap berusia 74 tahun. Sultan Hamengkubuwono IX punya peran besar mendirikan Universitas Gadjah Mada.

Baca Selengkapnya

Gunung Merapi Keluarkan Awan Panas, Sejumlah Desa Terkena Dampak

8 Desember 2023

Gunung Merapi Keluarkan Awan Panas, Sejumlah Desa Terkena Dampak

Gunung Merapi di perbatasan antara Jawa Tengah dan Yogyakarta mengeluarkan awan panas guguran.

Baca Selengkapnya