KPU Diminta Tindaklanjuti Temuan Auditor

Reporter

Editor

Selasa, 3 Agustus 2004 19:40 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Koordinator Auditor Watch Lan Gumay meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menindaklanjuti temuan audit dari kantor akuntan publik terhadap kandidat presiden, khususnya yang maju ke putaran dua. Permintaan ini disampaikannya setelah auditor, Indonesia Corruption Watch, dan Transparency International Indonesia (TI Indonesia) menemukan banyak ketidakjelasan identitas dari para penyumbang dana kampanye pasangan calon presiden. Menurut dia, temuan auditor dan dua LSM memiliki kesamaan ketidaksesuaian atas dana kampanye. Temuan auditor ini, kata Lan, menjadi kewajiban dan kewenangan KPU yang harus menindaklanjuti."Bisa (melakukan) klarifikasi dengan tim kampanye atau bisa juga melakukan investigasi, sehingga bisa disimpulkan berapa nilai rupiah yang harus disetorkan kepada kas negara," kata Gumay dalam jumpa pers di Media Center KPU, Jakarta, Selasa (3/8) sore. Di tempat yang sama Wakil Koordinator ICW Luky Djani mengatakan dari hasil analisis terhadap laporan beberapa penyumbang itu, baik auditor dan kedua LSM tidak bisa mengkonfirmasi identitasnya. Temuan yang tidak membangun opini itu, kata dia, menjadi kewenangan KPU menindaklanjutinya. Dari laporan itu, dapat menjadi pijakan KPU untuk melakukan audit investigatif untuk mendalami dari mana dan siapa sesungguhnya penyumbang pasangan calon.Menurut Luky, Undang-Undang Pemilihan Presiden mengatur tingkatan pelanggaran. Tingkatan terendah dikenai pidana atas penyimpangan dana dari Rp 200 juta sampai Rp 1 miliar dan kurungan penjara 4-24 bulan. Tingkatan kedua, dana penyumbang yang tidak jelas identitasnya itu harus dikembalikan ke kas negara. "Lumayan sumbangannya bisa menutup APBN," kata dia berseloroh. Tingkatan paling berat, bila bukti sangat kuat melakukan kejahatan pidana, KPU bisa meninjau ulang kelolosan para capres ke putaran kedua.Dia menekankan dari para nama yang fiktif itu, sebenarnya dapat diketahui si penyumbang sebenarnya. Menurut Luky, jika KPU mau memeriksa para penyumbang fiktif itu, akan terkuak si penyumbang sebenarnya yang bisa jadi berasal dari konglomerat bermasalah, atau dari dana-dana asing yang masuk ke capres, atau dari BUMN yang juga dilarang. Dari kejanggalan yang ditemukan, Gumay memberikan contoh dana kampanye dari perusahaan yang diterima pasangan Mega-Hasyim sebesar Rp 70,4 miliar. Auditor melakukan konfirmasi Rp 13,2 miliar secara random. "Dari senilai itu, ternyata ada 22 perusahaan yang tidak bisa menjawab, nilainya itu Rp 9,75 miliar," kata Gumay. Berarti jumlah Rp 9,75 miliar itu tak dapat dipertanggungjawabkan. Istiqomatul Hayati - Tempo News Room

Berita terkait

Polemik Kabar KPK Digabung dengan Ombudsman

28 hari lalu

Polemik Kabar KPK Digabung dengan Ombudsman

Kabar peleburan KPK dengan Ombudsman menimbulkan polemik. Bappenas membantah tengah membahas peleburan tersebut.

Baca Selengkapnya

Vonis 7 Anggota Nonaktif PPLN Kuala Lumpur Lebih Rendah daripada Tuntutan Jaksa, Ini Hal-hal yang Meringankan

42 hari lalu

Vonis 7 Anggota Nonaktif PPLN Kuala Lumpur Lebih Rendah daripada Tuntutan Jaksa, Ini Hal-hal yang Meringankan

Hakim juga menjatuhkan pidana denda kepada seluruh terdakwa PPLN Kuala Lumpur itu masing-masing sebesar Rp 5 juta.

Baca Selengkapnya

KIP Uji Konsekuensi Informasi Data Pemilu KPU Pekan Depan

58 hari lalu

KIP Uji Konsekuensi Informasi Data Pemilu KPU Pekan Depan

Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (YAKIN) meminta informasi real count (hitung nyata) dalam bentuk data mentah seperti file nilai dipisah

Baca Selengkapnya

Ricuh di Bawaslu Papua Karena Dugaan Kecurangan Suara, Wakapolres Yalimo Terkena Lemparan Batu

1 Maret 2024

Ricuh di Bawaslu Papua Karena Dugaan Kecurangan Suara, Wakapolres Yalimo Terkena Lemparan Batu

Sekelompok massa menyerang Kantor Bawaslu Papua karena mereka menduga ada kecurangan suara saat rapat pleno di Distrik Abenaho.

Baca Selengkapnya

Tim Advokasi Peduli Pemilu: Pemilu 2024 Jadi Pementasan Nepotisme di Panggung Demokrasi Indonesia

1 Maret 2024

Tim Advokasi Peduli Pemilu: Pemilu 2024 Jadi Pementasan Nepotisme di Panggung Demokrasi Indonesia

Tim Advokasi Peduli Pemilu melakukan uji materi terhadap UU Pemilu agar penguasa tidak lagi sewenang-wenang saat pemilu.

Baca Selengkapnya

Pemilu 2024 Tingkatkan Kecemasan dan Depresi, Begini Rinciannya

28 Februari 2024

Pemilu 2024 Tingkatkan Kecemasan dan Depresi, Begini Rinciannya

Penelitian menemukan Pemilu 2024 berpengaruh terhadap meningkatnya risiko gangguan kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi pada masyarakat.

Baca Selengkapnya

Bukan Hanya Komeng, Perolehan Suara Sejumlah Artis Kalahkan Politisi Berpengalaman. Siapa Saja Mereka?

20 Februari 2024

Bukan Hanya Komeng, Perolehan Suara Sejumlah Artis Kalahkan Politisi Berpengalaman. Siapa Saja Mereka?

Sejumlah artis pendatang baru di politik ungguli politisi pengalaman. Ada Komeng, Verrell Bramasta dan lainnya.

Baca Selengkapnya

Tugas dan Wewenang Komeng Jika jadi Anggota DPD

16 Februari 2024

Tugas dan Wewenang Komeng Jika jadi Anggota DPD

Perolehan suara Komeng melesat di pemilihan DPD. Apa saja tugas dan fungsinya jika terpilih?

Baca Selengkapnya

Tren Mantan Atlet Jadi Caleg di Pemilu 2024, Ini Kata Menpora Dito Ariotedjo

14 Februari 2024

Tren Mantan Atlet Jadi Caleg di Pemilu 2024, Ini Kata Menpora Dito Ariotedjo

Apa kata Menpora Dito Ariotedjo soal kehadiran sejumlah mantan atlet Tanah Air sebagai calon anggota legislatif di Pemilu 2024?

Baca Selengkapnya

Politikus Malaysia dan Timor Leste Pertanyakan KPU soal Pencalonan Gibran Rakabuming

13 Februari 2024

Politikus Malaysia dan Timor Leste Pertanyakan KPU soal Pencalonan Gibran Rakabuming

Politikus Malaysia dan Timor Leste yang tergabung dalam organisasi jaringan anggota parlemen se-ASEAN mempertanyakan pencalonan Gibran Rakabuming.

Baca Selengkapnya