Politikus Kahar Muzakir Siap Bicara Soal Hambalang
Editor
Cornila Desyana
Senin, 28 Januari 2013 08:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kahar Muzakir, politikus Partai Golkar, siap menjawab pertanyaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi seputar kasus dugaan korupsi Hambalang. Pernyataan itu ia lontarkan menjelang jadwal pemeriksaan di KPK, Senin, 28 Januari 2013.
"Apapun pertanyaan KPK, sejauh saya mengalaminya sendiri, melihat sendiri, dan mendengar sendiri, maka saya siap menjawabnya," kata Kahar kepada Tempo.
Berdasarkan agenda pemeriksaan, Komisi bakal menanyai Kahar pada hari ini. Sebetulnya, penyidik menjadwalkan pemeriksaan di Jumat, 18 Januari 2013. Namun banjir yang menyerbu Gedung KPK pada saat itu membuat pemeriksaan tertunda.
"Jumat tempo hari saya sudah datang ke KPK, tapi penyidik memberitahu pemeriksaan tak mungkin dilaksanakan," ujar anggota Komisi Olahraga Dewan Perwakilan Rakyat itu.
Soal pemeriksaan Senin ini, Kahar menyatakan belum mendapatkan panggilan resmi dari penyidik KPK. Karenanya, sebelum meluncur ke kawasan Kuningan, terlebih dulu Kahar menyambangi kantornya di Senayan. "Hingga pagi ini belum ada pemberitahuan resmi," kata Kahar. "Saya harus cek dulu di kantor. Kalau pemberitahuan lewat SMS atau telepon, takutnya dari orang lain, bukan KPK.
Dalam pemeriksaan kali ini, Kahar bakal ditanyakan selaku saksi. Dugaan sementara, ia mengetahui penyalahgunaan wewenang yang dilakukan bekas Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng serta bekas Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Kementerian Deddy Kusdinar di proyek senilai 2,5 triliun itu.
Penyidik sendiri telah memeriksa lebih dari 70 orang dalam perkara proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Hasilnya, terjerat dua tersangka: Andi Mallarangeng serta Deddy Kusdinar. Pun meminta imigrasi mencekal Andi Zulkarnain Mallarangeng alias Choel, yang juga adik kandung Andi.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan menyebut adanya kerugian negara dalam proyek Hambalang di dalam sistem pembiayaan tahun jamak (multiyears). Sistem itu pun ditengarai menyebabkan kerugian negara sampai Rp 243,66 miliar.
MUHAMAD RIZKI