Pengesahan Anggaran Provinsi Aceh Selalu Terlambat
Editor
Abdul Djalil Hakim.
Minggu, 20 Januari 2013 15:09 WIB
TEMPO.CO, Banda Aceh - Pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Aceh (APBA) Aceh telah bertahun-tahun selalu terlambat. Bahkan APBA 2013 hingga kini belum disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).
Hal itu mencuat dalam diskusi yang digagas oleh Jaringan Peduli Anggaran (JPA) Aceh dan Public Expenditure Analysis & Capacity Strengthening Program (PECAPP) di kantor Masyarakat Transparansi Angggaran (MaTA), Banda Aceh, Minggu, 20 Januari 2012. Diskusi dihadiri oleh beberapa lembaga swadaya masyarakat dan media.
Koordinator Bidang Advokasi Kebijakan Publik MaTA, Hafidh, mengatakan, hasil kajian yang dilakukan oleh JPA dan PECAPP menunjukkan bahwa keterlambatan pengesahan APBA sudah terjadi sejak 2005, APBA sudah terlambat disahkan. “Yang kami kaji sejak tahun 2005. Bisa jadi tahun-tahun sebelumnya juga terlambat,” katanya.
Hafidh memaparkan, APBA 2005 baru disahkan 26 April 2005, APBA 2006 (27 Maret 2006), APBA 2007 (18 Mei 2007), APBA 2008 (24 Juni 2008), APBA 2009 (29 Januari 2009), APBA 2010 (19 Maret 2010), APBA 2011 (15 April 2011), dan APBA 2012 disahkan pada 31 Januari 2012.
Menurut Hafidh, keterlambatan pengesahan APBA 2013 sudah mendapat teguran Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dengan surat nomor 903/5218/SJ tertanggal 17 Desember 2012.
Keterlambatan pengesahan APBA merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sebab, pengesahan APBA paling lambat satu bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan. Selain itu, keterlambatan tersebut semakin memperburuk upaya pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya bagi rakyat Aceh.
Hafidh juga mengatakan, terlambatnya pengesahan APBA 2013 semakin sulit bagi Aceh untuk memperbaiki tata kelola tertib keuangan daerah untuk meraih Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). ”Sejak tahun 2006 hingga tahun 2011, Provinsi Aceh hanya mendapat predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP),” ujarnya.
Keterlambatan juga membuka peluang terjadinya korupsi dan mempengaruhi daya serap anggaran. Jadi akan berdampak pada kualitas program dan kegiatan yang akan diterima oleh masyarakat Aceh.
Berdasarkan analisis yang dilakukan MaTA bersama tim PECAPP, keterlambatan pengesahan anggaran pada tahun 2008, yang hampir enam bulan, membuat daya serap anggaran rendah, hanya 67,09 persen. Selanjutnya, tahun 2010, APBA yang terlambat dua bulan lebih mampu menyerap anggaran 91,29 persen.
Koordinator JPA, Roys Vahlevi, mengatakan, keterlambatan APBA 2013 lebih disebabkan oleh tarikan politik anggaran yang tidak sehat, mementingkan kepentingan politik dibandingkan kepentingan rakyat Aceh. ”Adanya Program/Dana Aspirasi Anggota DPRA dan Dana Kerja Gubernur/Wakil Gubernur Aceh diduga kuat sebagai salah satu faktor tarikan politik anggaran yang berpotensi menjadi korupsi,” ucapnya.
ADI WARSIDI