Bupati Garut Aceng Fikri Dinilai Gagal Bangun Etika Politik
Editor
Grace gandhi
Selasa, 4 Desember 2012 04:46 WIB
TEMPO.CO , Bandung: Budayawan, Ahmad Gibson Albustomi, menilai Bupati Garut Aceng HM Fikri yang ditimpa kasus nikah kilat sehingga menuai protes dari berbagai kalangan merupakan bentuk kegagalan dalam membangun strategi dan etika politik dalam pemerintahannya. Maka dari itu, ia menghimbau agar Bupati Garut tersebut segera “tahu diri” dan mengambil keputusan untuk segera turun jabatan.
“Kalau situasinya sudah begini, sebetulnya masyarakat tidak perlu minta-minta Aceng Fikri turun dari jabatannya, harusnya bupati yang bersangkutan itu nyadar diri, dia harus turun jabatan dengan kesadaran dirinya sendiri,” kata penulis buku Filsafat Manusia Sunda ini saat ditemui di kawasan UIN Sunan Gunung Djati, Senin, 3 Desember 2012.
Menurut budayawan yang akrab disapa Baba Icon ini, tradisi memiliki banyak isteri bagi seorang pejabat bukan lagi menjadi sesuatu yang lumrah, apalagi di era modern saat ini. “Banyak pejabat yang melakukan hal serupa, Fikri pasti sedang bernasib sial karena tindakannya ketahuan publik, kemudian menghadapi protes sana sini,” ujar dia.
Meski reaksi masyarakat kelihatan cukup keras dalam menyatakan protes terhadap Aceng, namun dia pesimistis reaksi ini akan membuat perubahan besar, bahkan sampai membuat Aceng turun jabatan. “Mereka (pejabat) berasumsi bahwa masyarakat akan segera lupa,” katanya.
Menurut Gibson, ini disebabkan manusia yang masih berada dalam posisi tidak jelas dari segi konsep dan pemikirannya. Ada kontradiksi antara paradigma yang dibangun dengan fakta yang ada. Misalnya, banyak yang menganggap orang-orang sunda itu terbuka dan egaliter, tapi nyatanya konflik-konflik agama yang terjadi, terutama konflik agama berada di kawasan sunda.
Berdasarkan kajiannya terhadap pemikiran budayawan Sunda, Hasan Mustafa, serta sejumlah penelitian mengenai karakteristik masyarakat sunda, ia tidak sepakat bahwa masyarakat Sunda itu bersifat terbuka dan egaliter seperti yang digembar-gemborkan orang-orang.
“Orang Sunda punya sikap ketidakpedulian dan cenderung individualis dalam artian hanya peduli pada keluarga batih alias keluarga dekatnya saja. Selain itu, ada esklusifitas dalam masayrakat sunda dan itu menjadi seuatu yang dibanggakan,” katanya.
Terkait respon masyarakat ini, Dosen Teologi UIN Sunan Gunung Djati, Bambang Q Anees, menilai pada dasarnya masyarakat sunda cinta damai dan mengutamakan situasi harmoni. Ini membuat masyarakat cenderung menghindari konflik, bahkan mengabaikannya. Pesimisme Ahmad Gibson menjadi logis mengingat situasi karakteristik masyarakat sunda ini.
Maka dari itu, ia berharap akan terus ada kajian dan penyadaran kepada masyarakat sunda tentang perubahan sikap dan karakteristiknya menjadi lebih positif.
“Kami harus mengakui masa lalu masyarakat sunda yang kelam, setelah itu, lakukanlah sesuatu untuk mengubahnya, jangan biarkan kita pasrah mewarisi sikap dan pemikiran jelek di masa lalu,” kata dia.
SONIA FITRI
Berita Terkait:
Mendagri: Bupati Garut Aceng Melanggar Etika
Bupati Garut Aceng Klaim Sudah Damai dengan Fany
Mendagri Kirim Tim Pantau Bupati Garut Aceng
SBY Minta Mendagri Pantau Bupati Garut
Bupati Aceng: Mas Kawin untuk Fany, Spesial