Massa dari Migrant Care berorasi di Kedubes Malaysia, Jakarta, (16/09). Massa menuntut pemerintah menarik Dubes RI di Malaysia dan mendesak penuntasan hukum kasus kekerasan seksual TKI oleh tiga polisi Malaysia. Tempo/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi, Satinah binti Jumadi Ahmad Rabin, 40 tahun, kini harus berhadapan dengan hukum pancung. Alasannya, hingga kini uang diyat atau denda yang dijanjikan tak kunjung diserahkan kepada pemerintah Arab Saudi.
“Karena pemerintah belum membayar diyat, maka dia akan dipancung,” kata Deputi Perlindungan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, Lisna Poeloengan, melalui pesan singkat, Rabu, 28 November 2012.
Menurut Lisna, tenggat waktu pembayaran diyat bagi Satinah akan berakhir pada 12 Desember. Satinah dituduh membunuh ibu majikannya dan mengambil uang senilai 37.970 Saudi Riyal. Atas tuduhan ini, pengadilan telah menyatakan perempuan asal Dusun Mruten, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, itu bersalah.
Dalam persidangan dia mengaku terpaksa membunuh majikannya lantaran tak tahan dengan perlakukan majikan yang sering menganiaya dan memperlakukannya degan tidak senonoh. Kejadian itu terjadi pada 2007. Namun, dia membantah telah mencuri uang seperti tuduhan sang majikan.
Setelah proses perundingan dengan pihak keluarga, akhirnya keluarga si majikan mau memaafkan. Namun, Satinah diminta membayar diyat 10 juta riyal atau senilai Rp 26 miliar. Pemerintah pun berjanji akan memenuhi diyat yang diminta ahli waris korban.
Lisna mengatakan, hingga kini pemerintah Indonesia masih mengupayakan pemenuhan diyat tersebut. Pemerintah juga mengupayakan agar pelaksanaan hukuman mati terhadap Satinah bisa ditunda hingga proses diyat selesai.
Proses pembebasan Satinah dari hukuman pancung ini dilaksanakan di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan. “Saat ini pemerintah masih mengupayakan pembayaran diyat, yang mengkoordinasi Kemenkopolhukam.”