Jaksa Sayangkan Putusan Bos Pabrik Ekstasi Ditarik
Editor
Agus Supriyanto
Kamis, 1 November 2012 11:37 WIB
TEMPO.CO, Surabaya - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menyayangkan sikap Mahkamah Agung yang menarik putusan peninjauan kembali terpidana kasus bos pabrik ekstasi asal Surabaya, Hanky Gunawan. Awalnya, Mahkamah Agung mengabulkan PK Hanky dari yang semula telah divonis mati menjadi hanya 12 tahun penjara.
Tapi putusan itu ditarik kembali dengan alasan ada kesalahan ketik. Padahal salinan putusan itu telanjur diterima Pengadilan Negeri Surabaya, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Lembaga Pemasyarakatan Porong, Sidoarjo, dan Hanky sendiri.
Pada 19 Oktober 2012 lalu, pengadilan Surabaya baru memberitahukan kesalahan itu pada jaksa dan petugas Lapas Porong tempat Hanky dipenjara. "Kecerobohan seperti ini jarang terjadi. Ada apa dengan ini semua, apa ada grand desain?" kata Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Hubungan Masyarakat Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Mulyono, kepada Tempo, Rabu, 31 Oktober 2012.
Menurut Mulyono, kecerobohan Mahkamah Agung telah membuat posisi kejaksaan menjadi sulit. Sebab, putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung tersebut sudah telanjur dijalankan. "Berdasarkan Pasal 270 KUHP, putusan itu harus dilaksanakan agar segera berkekuatan hukum tetap. Kalau diubah lagi begini, kami yang susah," ujar Mulyono.
Mulyono beranggapan bahwa sejak awal Mahkamah Agung tidak konsisten dalam menangani perkara ini. Mulyono, jaksa penuntut pada kasus ini, telah menuntut hukuman mati terhadap Hanky pada 2007 lalu. Namun majelis hakim pengadilan Surabaya hanya menjatuhkan vonis 15 tahun penjara. Tak puas putusan majelis, jaksa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Timur. Hasilnya, hukuman Hanky ditambah tiga tahun.
Belum puas juga, jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Akhirnya, putusan Mahkamah Agung sama dengan tuntutan jaksa, yakni menghukum mati Hanky. Belakangan, Hanky mengajukan peninjauan kembali dan dikabulkan Mahkamah Agung. "Kok, bisa satu lembaga putusannya beda," kata Mulyono.
Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Heru Pramono mengakui bahwa dirinya diminta menarik secara fisik putusan peninjauan kembali itu dengan alasan akan ada revisi. Namun Heru tidak tahu bagian mana dari putusan itu yang akan dikoreksi. "Kami hanya diminta menarik secara fisik," kata dia.
KUKUH S WIBOWO