TEMPO Interaktif, Jakarta:Para terdakwa kasus dugaan pencemaran nama baik Tomy Winata mengajukan surat permohonan kepada majelis hakim untuk menahan dan mendakwakan Tomy Winata terkait dengan kesaksian palsu dibawah sumpah. "Kami mohon dengan sangat sudi kiranya ketua majelis memerintahkan penuntut umum menahan Tomy Winata dan menuntutnya dengan dakwaan sumpah palsu," kata Bambang Harymurti, salah seorang terdakwa dalam persidangan yang dipimpin Suripto, Senin (24/5) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam surat yang dibacakan itu, Bambang Harymurti yang juga pemimpin redaksi majalah mingguan Tempo, menyatakan kesaksian Tomy Winata palsu karena besebrangan dengan keterangan saksi lain dan bukti-bukti yang ada. Pada persidangan sebelumnya, Tomy Winata, saksi pelapor dalam kasus ini menyatakan dirinya tidak pernah diwawancarai oleh Bernarda Rurit, wartawati Tempo. Sebaliknya kesaksian Bernarda Rurit menyatakan telah mewawancarai Tomy Winata melalui telepon kantor Tempo ke telepon genggam miliknya pada 27 Februari 2003 sekitar pukul 17.00 WIB.Keterangan wartawati Tempo itu dipertegas oleh Silvia Hasan, sekretaris pribadi Tomy Winata dan David A Miau, karyawan Bank Artha Graha. Kedua orang itu menyatakan, nomor tersebut memang milik Tomy Winata.Tidak hanya itu saja, kesaksian itu juga diperkuat dengan adanya lembar cetakan dari PT Telekomunikasi Indonesia yang merekam nomor telepon yang telah dihubungi dari kantor Tempo. Pada lembaran itu tercantum adanya nomor telepon selular milik Tomy Winata pada 27 Februari 2003 sekitar pukul 17.12 WIB dengan durasi 489 detik.Saksi ahli telematika KRMT Roy Suryo Notodiprojo menyatakan, rekaman suara wawancara wartawan Tempo dengan Tomy Winata memang benar-benar ada. Kesimpulan itu didapat setelah ia menganalisis dan membandingkan rekaman suara Bernarda Rurit dengan suara Tomy Winata ketika menjadi saksi dan ketika dipanggil DPR dalam acara rapat dengar pendapat. Permohonan agar Tomy Winata dituntut dengan dakwaan sumpah palsu, menurut Bambang, sudah sesuai dengan pasal 174 ayat 2 KUHAP. Selain itu permintaan ini juga sesuai dengan tuntutan Tomy Winata yang meminta agar rekaman tersebut diperiksa. "Kami melihat tidak adanya alasan bagi majelis untuk menolak permohonan ini," kata Bambang. Menurut Bambang, dugaan Tomy Winata memberikan kesaksian palsu dibawah sumpah, sangat merugikan kredibilitas dan profesionalisme Tempo sebagai majalah mingguan terkemuka di Indonesia. Sikap bos Artha Graha grup itu juga telah melecehkan pengadilan dan dengan sengaja menghalangi upaya menegakan kebenaran dan keadilan. "Apa yang dilakukan Tomy Winata dapat dikategorikan contempt of court dan obstruction of justice. Hal yang sama dikemukakan dua orang terdakwa lainnya yakni Ahmad Taufik dan Tengku Iskandar Ali. Perkara ini berasal dari pengaduan Tomy Winata terhadap majalah berita mingguan Tempo sehubungan dengan tulisan Ada Tomy di Tenabang? edisi 3-9 Maret 2003. Tomy merasa namanya dicemarkan akibat tulisan tersebut. Sejauh ini majelis hakim belum memberikan tanggapan atas permintaan para terdakwa tersebut. Edy Can Tempo News Room
Ekonom Sebut Penerapan Perpres Publisher Rights Harus dengan Prinsip Keadilan
23 Februari 2024
Ekonom Sebut Penerapan Perpres Publisher Rights Harus dengan Prinsip Keadilan
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan Perpres Publisher Rights mesti diterapkan dengan prinsip keadilan.