Dua jenazah terduga teroris tiba di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta, (1/9). Keduanya tewas saat baku tembak dengan anggota Densus 88 di Solo pada Jumat (31/8) malam. TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Sukoharjo - Dua terduga teroris yang tewas dalam penyergapan polisi di Solo, Jawa Tengah, dikenal sebagai santri yang bermasalah di Pesantren Al Mukmin, Ngruki. "Kami terpaksa menahan ijazah kedua santri tersebut," kata Direktur Pesantren Al Mukmin, Wahyuddin, Senin, 3 September 2012. Alasannya, keduanya memiliki tunggakan uang pendidikan selama dua tahun lebih.
Farhan Mujahid meninggalkan pesantren setelah menyelesaikan pendidikan Madrasah Tsanawiyyah di pesantren tersebut. Padahal, dia seharusnya masih menempuh pendidikan tiga tahun lagi di tingkat Madrasah Aliyah.
Farhan juga masih memiliki tunggakan uang sekolah selama dua tahun. Sebenarnya, sebagai anak yatim, dia berhak mendapatkan fasilitas khusus agar memperoleh keringanan. "Namun dia tidak menggunakannya saat masuk ke pesantren," kata Wahyuddin.
Berdasarkan catatan di pesantren, Farhan diketahui berasal dari daerah Pulau Sebatik, Kalimantan Timur. Ayahnya, M. Aris, telah meninggal sebelum Farhan masuk ke pesantren Ngruki.
Sedangkan Mukhsin Tsani, juga mengalami hal yang sama. Dia keluar pesantren, dengan menunggak uang pendidikan sebesar Rp 12 juta. Pesantren pun terpaksa menahan ijazahnya. Ketika menyelesaikan pendidikan, Mukhsin juga belum memenuhi kewajibannya sebagai lulusan Kuliyyatul Mu'alimin Al-Islamiyyah, yakni melaksanakan wiyata bakti selama setahun. Mukhsin tercatat sebagai santri yang berasal dari Jalan Batu Ampar, Kramatjati, Jakarta.