Petugas Polisi berjaga-jaga di sekitar Plaza Singosaren, di Jalan Dr Radjiman, Solo, Pasca penembakan oleh orang tak dikenal, (30/8). Aksi penembakan tersebut menewaskan seorang polisi seniorBriptu Dwi Data. Tempo/Andry Prasetyo
TEMPO.CO, Surakarta - Sosiolog Universitas Sebelas Maret Surakarta, Drajat Tri Kartono, berpendapat peristiwa penembakan pos polisi di pusat perbelanjaan Singosaren pada Kamis, 30 Agustus 2012 bukan peristiwa kriminal biasa. "Ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar tindakan kriminal," kata Drajat di Surakarta, Jumat, 31 Agustus 2012. (Baca: Polisi Jadi Target Teror di Solo)
Menurut Drajat, peristiwa penembakan berkaitan dengan tiga hal. Pertama, soal majunya Wali Kota Surakarta Joko Widodo sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. (Baca: Mabes: Teror Solo Tak Berkaitan dengan Pilkada)
Kedua, unsur tindak pidana terorisme. Ketiga, sebagai tindakan balas dendam kepada polisi. "Karena polisi sudah menangkap preman kelas kakap seperti John Kei," Drajat berujar.
Dia mengaku heran dengan kinerja kepolisian yang lambat. Terbukti hingga kini poliai belum bisa mengungkap peristiwa teror yang terjadi di Solo. Mulai penembakan pos pengamanan Lebaran pada 17 Agustus 2012 di Gemblegan, kemudian pelemparan granat di pos pengamanan Lebaran Gladag pada 18 Agustus 2012, dan terakhir penembakan di pos polisi Singosaren pada 30 Agustus 2012.
"Padahal peristiwanya berdekatan. Kok, sampai hari ini belum bisa mengungkap kasusnya," katanya. Dia berharap polisi bekerja sama dengan aparat penegak hukum lainnya untuk mengungkap kasus-kasus di atas. (Baca: Polisi Periksa 13 Saksi Penyerangan Pos Solo)