Komentar Yusril di Kasus Simulator SIM Dinilai Tak Akurat
Reporter
Editor
Senin, 6 Agustus 2012 16:29 WIB
Pakar hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra (kiri) bersama Konsultan Hukum, Hotma Sitompul (kanan) menjawab pertanyaan wartawan seusai pertemuan dengan kepala Bareskrim terkait kasus dugaan korupsi simulator SIM di Mabes Polri, Jakarta, Senin (6/8). ANTARA/Reno Esnir
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana Bonaparta, merasa heran dengan komentar Yusril Ihza Mahendra yang mengatakan Markas Besar Polri yang lebih dulu menyidik kasus korupsi simulator surat izin mengemudi.
"Darimana dasarnya mengatakan demikian?" kata Gandjar, Senin, 6 Agustus 2012.
Komentar Yusril tersebut muncul setelah advokat kondang mantan Menteri Sekretaris Negara itu bertemu dengan Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Sutarman di Trunojoyo, sebutan lain Markas Besar Polri. Pertemuan sekitar tiga jam tersebut diduga ikut dihadiri tersangka utama kasus dugaan korupsi simulator SIM, Inspektur Jenderal Djoko Susilo, dan dua pengacaranya: Juniver Girsang dan Hotma Sitompul.
Yusril mengatakan KPK tidak memiliki hak untuk mengambil alih proses penyidikan kasus korupsi simulator SIM dari Kepolisian. "Soalnya yang lebih dulu melakukan penyidikan adalah polisi,” kata Yusril.
Gandjar berpendapat berbeda. Menurut dia, KPK justru yang lebih awal menyidik kasus tersebut. "Semua orang sudah tahu itu," kata dia.
Ketua KPK Abraham Samad mengatakan lembaganya mengusut kasus simulator SIM sejak Januari 2012. Pada 27 Juli 2012, KPK pun menetapkan Gubernur Akademi Polisi Inspektur Jenderal Djoko Susilo dan kawan-kawan sebagai tersangka. Di lain pihak, Mabes Polri baru bergerak setelah kasus ini ditulis Majalah Tempo pada April 2012.
Menurut Gandjar, kasus simulator SIM memang seharusnya ditangani oleh KPK. Sebab, kasus tersebut melibatkan internal kepolisian sehingga akan menimbulkan konflik kepentingan jika diusut oleh Bareskrim. Alasan lain, patut diduga pengusutan Bareskrim akan cenderung melindungi para pelaku. "Logika sederhananya, apa mungkin? Kasus rekening gendut saja, polisi tidak jelas penyelesaiannya," kata Gandjar.