RUU Pilkada Versi Pemerintah Dinilai Mundur

Reporter

Editor

Kamis, 7 Juni 2012 08:20 WIB

Menko Polhukam selaku Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Djoko Suyanto (kiri) berbincang dengan Menteri Dalam Negeri selaku Wakil Ketua Kompolnas, Gamawan Fauzi saat acara pelantikan anggota Kompolnas di Istana Negara, Jakarta, (4/6). ANTARA/Prasetyo Utomo

TEMPO.CO, Jakarta- Deputi Direktur Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM), Veri Junaidi menilai Draf RUU yang kini yang sedang digodok oleh DPR dan pemerintah merupakan kemunduran bagi demokrasi. Musababnya di dalam tersebut pemilihan gubernur kembali ke sistem lama, yakni kembali dipilih DPRD. "Kami lebih pro pada keberlanjutan sistem," ujarnya di Jakarta Rabu 6 Juni 2012. "Jangan baru sebentar sudah diganti-ganti sistem."

Veri menilai alasan yang dikemukakan pemerintah dalam penyusunan RUU Pilkada ini tergolong lemah. "Masalah biaya pemilu misalnya, efisiensi dalam pelaksanaan pilkada tidak seharusnya mengesampingkan nilai-nilai demokratis. Bagaimana mungkin tujuan utama demokrasi justru tereliminasi permasalahan teknis seperti anggaran." ujarnya. "Kan bisa melakukan penggabungan pilkada dalam satu waktu serentak yang menyebabkan biaya lebih murah."

Ia mengatakan bahwa keliru bila dikatakan pilkada tidak langsung dapat meminimalisasi politik uang. "Pemilihan oleh DPRD tidak serta merta dapat memotong biaya perahu pencalonan dan praktek transaksional di tubuh partai," katanya. "(Pemilihan tidak langsung) itu hanya memindahkan praktek politik uang ke ruang yang lebih sempit yang hanya menguntungkan segelintir elit. Calon akan beli anggota fraksi di DPRD."

Ia juga membantah argumentasi pemerintah yang mengatakan pemilihan gubernur sarat dengan konflik horizontal. "Tahun 2010 setidaknya ada 244 pemilukada, kalau hanya ada kekerasan di 10-20 daerah tidak lantas bisa disebut dengan kekerasan," ujarnya. "Lagi pula yang banyak kekerasan itu pemilihan kabupaten kota, lantas kenapa pemilihan gubernur yang dikembalikan ke DPRD."

Pemerintah bersama DPR tengah membahas paket RUU Pemda, RUU Pilkada secara paralel. Adapun isu krusial dalam pembahasan RUU ini menurut Wakil Ketua Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Fraksi Partai Amanat Nasional, Abdul Hakam Naja, ialah mengenai mekanisme pemilihan gubernur yang dipilih di DPRD dan Wakilnya yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil.

Mengenai wakil kepala daerah yang berasal dari sipil, Veri menilai hal tersebut kurang tepat. Mekanisme pemilihan kepala daerah yang sepaket menurutnya merupakan modal terwujudnya integritas nasional di tingkat lokal dan sarana resolusi konflik. "Posisi kepala daerah dan wakilnya merupakan cermin keterwakilan," katanya. "Misalnya jika gubernur beragam Kristen maka wakilnya Islam."

ANANDA PUTRI



Berita terkait

KPK Panggil Eks Mendagri Gamawan Fauzi dalam Kasus E-KTP

29 Juni 2022

KPK Panggil Eks Mendagri Gamawan Fauzi dalam Kasus E-KTP

Gamawan Fauzi dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Paulus Tannos selaku Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.

Baca Selengkapnya

Perludem:Juri Ardiantoro Jadi Ketua Pansel KPU Rawan Konflik Kepentingan

12 Oktober 2021

Perludem:Juri Ardiantoro Jadi Ketua Pansel KPU Rawan Konflik Kepentingan

Juri Ardiantoro sempat menjadi Wakil Direktur Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin dalam Pemilihan Presiden 2019 lalu.

Baca Selengkapnya

Kasus Proyek IPDN, KPK akan Periksa Mantan Mendagri Gamawan Fauzi

18 November 2019

Kasus Proyek IPDN, KPK akan Periksa Mantan Mendagri Gamawan Fauzi

KPK memanggil dua saksi lainnya untuk tersangka Dudy, yakni dua staf PT Hutama Karya masing-masing Mohamad Anas dan Hari Prasojo.

Baca Selengkapnya

Jaksa Sebut Lagi Keterlibatan Gamawan Fauzi di Kasus E-KTP

30 Juli 2018

Jaksa Sebut Lagi Keterlibatan Gamawan Fauzi di Kasus E-KTP

Nama bekas Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi kembali disebut dalam surat dakwaan keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi.

Baca Selengkapnya

Gamawan Fauzi Diperiksa KPK Sebagai Saksi Korupsi IPDN

3 Mei 2018

Gamawan Fauzi Diperiksa KPK Sebagai Saksi Korupsi IPDN

Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi diperiksa KPK sebagai saksi kasus dugaan korupsi pembangunan IPDN.

Baca Selengkapnya

Kata Setya Novanto, Gamawan Fauzi Berperan Penting di Kasus E-KTP

13 April 2018

Kata Setya Novanto, Gamawan Fauzi Berperan Penting di Kasus E-KTP

Setya Novanto mengungkapkan mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi punya peran penting dalam mengusulkan perubahan mekanisme anggaran proyek e-KTP.

Baca Selengkapnya

Diminta Jelaskan Akar Korupsi E-KTP, Gamawan Fauzi: Saya Tak Tahu

22 Maret 2018

Diminta Jelaskan Akar Korupsi E-KTP, Gamawan Fauzi: Saya Tak Tahu

Ditanya tentang permintaan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto untuk menjelaskan akar persoalan korupsi e-KTP, Gamawan Fauzi mengaku tidak tahu.

Baca Selengkapnya

PDIP Minta Gamawan Fauzi Menjelaskan Akar Korupsi E-KTP

22 Maret 2018

PDIP Minta Gamawan Fauzi Menjelaskan Akar Korupsi E-KTP

PDIP berharap Gamawan Fauzi menjelaskan akar korupsi e-KTP sebagai tanggung jawab moral kepada rakyat.

Baca Selengkapnya

Kasus E-KTP, Saksi Ungkap Gamawan Fauzi Laporkan LKPP ke SBY

1 Februari 2018

Kasus E-KTP, Saksi Ungkap Gamawan Fauzi Laporkan LKPP ke SBY

Deputi Penanganan Permasalahan Hukum LKPP Setya Budi mengaku LKPP pernah dimarahi Gamawan Fauzi karena lelang proyek e-KTP gagal.

Baca Selengkapnya

KPK Tantang Gamawan Fauzi Tunjukkan Bukti Tak Terima Uang E-KTP

31 Januari 2018

KPK Tantang Gamawan Fauzi Tunjukkan Bukti Tak Terima Uang E-KTP

Febri menegaskan,KPK mempersilahkan Gamawan Fauzi mengajukan bukti di pengadilan

Baca Selengkapnya