Oligopoli Media Sudah pada Tahap Membahayakan

Reporter

Editor

Kamis, 8 Maret 2012 20:47 WIB

Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (kanan) bertemu dengan Ketua Umum Nasional Demokrat Surya Paloh, dalam acara open house di kediaman Jusuf Kalla, Jakarta, Minggu (12/9). (ANTARA/Saptono)

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat harus membatasi dengan ketat kepemilikan media dengan mendefinisikan ulang batasan oligopoli maupun monopoli. Usul ini merupakan salah satu rekomendasi tim peneliti tentang “Kebijakan Media dan Industri Media di Indonesia”.

"Kami juga mengusulkan agar dijalankan sistem siaran berjaringan dan dikembalikannya wewenang Komisi Penyiaran Indonesia seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Penyiaran," kata Shita Laksmi, Program Officer HIVOS Regional Office Asia Tenggara, kemarin.

Shita menyatakan, pihaknya akan menyampaikan hasil penelitian yang dilakukan Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) dan HIVOS ke DPR, yang sedang membahas revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Kemarin hasil penelitian yang dikoordinasikan oleh Yanuar Nugroho dari Universitas Manchester itu dipaparkan ke publik. Hasil penelitian itu memetakan 12 media besar yang menguasai hampir semua kanal media di Tanah Air.

Para penguasa media tersebut adalah Grup MNC, Kompas Gramedia, Jawa Pos, Mahaka Media, Elang Mahkota Teknologi, CT Corp, Visi Media Asia, MRA Media, Femina, Tempo Inti Media, dan Beritasatu Media Holding.

Tim peneliti menyimpulkan, oligopoli media yang terjadi saat ini sudah pada tahap membahayakan hak warga terhadap informasi. "Karena media dikelola sebagai bisnis yang hanya mewakili kepentingan pemilik dan kekuasaan yang dimilikinya," ujar Shita.

Tim peneliti memetakan keterkaitan para pemilik modal dengan kekuatan politik. Misalnya Surya Paloh (Grup Media) dan Hari Tanoesoedibjo (Grup MNC) dengan Partai Nasional Demokrat. Lalu Aburizal Bakrie (Visi Media Asia) dengan Partai Golongan Karya.

Sulfikar Amir, dosen di Nanyang Technological University, menengarai kepentingan kekuasaan masuk dengan cara halus ke informasi yang disiarkan media. Banjir informasi semacam ini, ujarnya, menjadi jenis kepatuhan baru seperti yang pernah terjadi di era rezim Soeharto.

Yanuar Nugroho mempertanyakan apakah media saat ini masih memiliki watak publik. Di negara-negara yang waras, kata dia, gagasan hidup bersama harus dirawat oleh publik. “Bukan oleh kepentingan pasar.”

Herry-Priyono menilai kondisi saat ini membuat kita berada dalam jebakan. Namun dia mengajak semua pihak mencari jalan keluar, yang salah satunya dengan reedukasi para jurnalis yang selama ini tersesat pada logika sebagai employment. “Dorong mereka meneguhkan komitmen sebagai jurnalis untuk kebaikan publik,” kata dosen STF Driyarkara ini.

UNTUNG WIDYANTO

Berita terkait

7 Tahun Berdiri, AMSI Dorong Ekosistem Media Digital yang Sehat

7 jam lalu

7 Tahun Berdiri, AMSI Dorong Ekosistem Media Digital yang Sehat

Selama tujuh tahun terakhir, AMSI telah melahirkan sejumlah inovasi untuk membangun ekosistem media digital yang sehat dan berkualitas di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Dewan Pers Tak Masukkan Perusahaan Pers dalam Komite Publisher Rights, Ini Alasannya

57 hari lalu

Dewan Pers Tak Masukkan Perusahaan Pers dalam Komite Publisher Rights, Ini Alasannya

Komite Publisher Rights bertugas menyelesaikan sengketa antara perusahaan pers dan perusahaan platform digital.

Baca Selengkapnya

Dewan Pers Bentuk Tim Seleksi Komite Publisher Rights

58 hari lalu

Dewan Pers Bentuk Tim Seleksi Komite Publisher Rights

Ninik mengatakan, Komite Publisher Rights penting untuk menjaga dan meningkatkan kualitas jurnalistik.

Baca Selengkapnya

Rakornas KPI 2024 akan Digelar di Provinsi NTB

29 Februari 2024

Rakornas KPI 2024 akan Digelar di Provinsi NTB

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terpilih sebagai tuan rumah penyelenggaraan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang dihadiri oleh perwakilan dari 34 provinsi di seluruh Indonesia

Baca Selengkapnya

Ekonom Sebut Penerapan Perpres Publisher Rights Harus dengan Prinsip Keadilan

23 Februari 2024

Ekonom Sebut Penerapan Perpres Publisher Rights Harus dengan Prinsip Keadilan

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan Perpres Publisher Rights mesti diterapkan dengan prinsip keadilan.

Baca Selengkapnya

Jokowi Teken Perpres Publisher Rights, Atur Kerja Sama Lisensi hingga Bagi Hasil Platform Digital dengan Perusahaan Pers

23 Februari 2024

Jokowi Teken Perpres Publisher Rights, Atur Kerja Sama Lisensi hingga Bagi Hasil Platform Digital dengan Perusahaan Pers

Pemerintah bakal mengatur hubungan kerja sama platform digital dengan perusahaan pers setelah Presiden Jokowi meneken Perpres Publisher Rights.

Baca Selengkapnya

Perpres Publisher Rights Disahkan, Meta Yakin Tak Wajib Bayar Konten Berita ke Perusahaan Media

22 Februari 2024

Perpres Publisher Rights Disahkan, Meta Yakin Tak Wajib Bayar Konten Berita ke Perusahaan Media

Meta menanggapi Perpres Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas.

Baca Selengkapnya

Jokowi Sahkan Perpres Publisher Rights, Bisa Pengaruhi Kebebasan Pers?

22 Februari 2024

Jokowi Sahkan Perpres Publisher Rights, Bisa Pengaruhi Kebebasan Pers?

Jokowi teken Perpres No. 32 tahun 2024 mengatur Platform Digital dalam mendukung industri jurnalisme berkualitas. Apakah mempengaruhi kebebasan pers?

Baca Selengkapnya

AMSI Optimistis Perpres Publisher Rights Dorong Ekosistem Bisnis Media Jadi Lebih Baik

21 Februari 2024

AMSI Optimistis Perpres Publisher Rights Dorong Ekosistem Bisnis Media Jadi Lebih Baik

Perpres Publisher Rights dinilai membuka ruang bagi model bisnis baru di luar model bisnis yang mengandalkan impresi atau pencapaian traffic.

Baca Selengkapnya

Jokowi Teken Perpres Publisher Rights, Apa Artinya bagi Perusahaan Pers Indonesia?

21 Februari 2024

Jokowi Teken Perpres Publisher Rights, Apa Artinya bagi Perusahaan Pers Indonesia?

AMSI optimistis Perpres Publisher Rights akan membuka jalan bagi negosiasi bisnis yang setara antara platform digital dan penerbit media digital.

Baca Selengkapnya