Dua ekor harimau Sumatra sudah dalam kondisi diawetkan yang disita Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta pada Sabtu (4/2). Harimau tersebut akan dikirimkan ke Museum Biologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. TEMPO/Pribadi Wicaksono
TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta menyita sejumlah hewan dilindungi termasuk sepasang harimau Sumatra jantan-betina yang nyaris punah. “Harimau Sumatra itu sudah dalam keadaan diawetkan (opset),” ujar Kepala Balai Konservasi Herry Subagiadi kepada Tempo, Ahad 5 Februari 2012.
Harimau Sumatra berusia sepuluh tahun itu disita dari tangan pengusaha penyamakan kulit di Banguntapan, Bantul, Yogyakarta, Sabtu 4 Februari 2012. Sedangkan hewan lain berupa dua ekor penyu sisik dan dua kepala rusa dan kijang disita dari pedagang di pasar Klithikan Pakuncen Yogyakarta.
Menurut Herry, ini merupakan penyitaan paling besar dalam perdagangan satwa dilindungi di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Apalagi di antaranya ada spesies harimau Sumatra yang nyaris punah. “Selama ini yang kami temukan kebanyakan jenis burung, tidak pernah sampai menemukan harimau. Ini sangat keterlaluan,” kata Herry.
Dia menjelaskan, dari penelusuran lembaganya, sepasang harimau jantan dan betina itu dibeli seharga Rp 50 juta pada 1991. Jika harimau itu dijual sekarang harga per ekor bisa mencapai ratusan juta lebih mengingat posturnya yang besar lengkap dengan taring dan kuku serta kondisi bulu masih bagus dan lengkap.
Hewan itu bisa sampai ke Yogyakarta karena pemilik menggunakan pedoman Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 31/KptsII/1991 yang masih membolehkan perdagangan satwa diawetkan.
Tapi SK itu sudah tidak berlaku lagi dengan keluarnya Peraturan Pemerintah no 7/1999 tentang pengawetan satwa dilindungi. Pelanggaran atas aturan ini dikenai hukuman pidana kurungan maksimal 5 tahun penjara dan denda sedikitnya Rp 100 juta.
Tapi, katanya, pemilik hewan baru diberi surat peringatan karena sosialisasi peraturan itu belum berlangsung. “Tapi jika ditemukan lagi, segera kami pidana,” ujar dia.
Aktivis lingkungan dari Wahana Lingkungan Hidup Yogyakarta, Suparlan, mengatakan kasus penyelundupan hewan di Yogyakarta sebenarnya sudah lama berlangsung. Pihaknya mensinyalir ada permainan oknum baik di jalur resmi pemerintah seperti Bea dan Cukai. “Seharusnya juga mulai dimonitoring juga di tingkat petugas pemerintah,” kata dia.
Tapi Polda DIY mengaku baru pertama kali menemukan kasus penyelundupan hewan yang dilindungi. “Ini sangat rapi. Kami belum tahu melibatkan jaringan atau hanya perseorangan. Yang jelas kami akan lacak untuk ungkap siapa sebenarnya yang terlibat,” kata juru bicara Polda DIY, AKBP Anny Widiatuti.