TEMPO.CO, Jakarta - Tindakan diskriminasi yang dilakukan pemerintah Indonesia di masa lalu dianggap sebagai penyebab munculnya trauma besar bagi etnis Tionghoa di negeri ini. Trauma itu kemudian mengakibatkan ketakutan mereka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang terus berkepanjangan.
"Ini sejarah yang panjang, mereka (etnis Tionghoa) ini trauma," kata sejarawan dari Komunitas Bambu, J.J. Rizal, dalam diskusi Polemik Sindo Radio bertema "Imlek dan Kiprah Orang Tionghoa Masa Kini" di Jakarta, Sabtu, 21 Januari 2012.
Menurut Rizal, orang-orang Tionghoa sempat dianggap sebagai roh jahat atau setan setelah terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965. Ketika itu, kata dia, orang-orang dari keturunan Cina ini dianggap memiliki andil dalam organisasi-organisasi yang berideologi kiri. "Cina dianggap bagian dari komunis. Ini terkait orientasi politik pada masa itu," ujar dia.
Akibatnya saat ini mereka ketakutan untuk ikut serta dalam kancah politik. Ketakutan ini juga muncul akibat adanya istilah yang dikeluarkan sejarawan Ong Hok Ham tentang perlakuan yang dialami etnis Tionghoa pada masa lalu, terutama terkait peran etnis itu pada masa kolonial. "Ada istilah khusus jadi sapi perahan," ujar Rizal.
Rizal menambahkah, saat ini yang harus dilakukan pemerintah adalah mempercepat proses penghapusan trauma. "Oleh karena itu, proyek pelajaran multikulturalisme kian penting," kata dia. Dalam bidang pendidikan, khususnya buku sejarah, mestinya dimasukkan peran etnis Tionghoa dalam perjuangan nasionalisme Indonesia.
Sejauh ini tidak ada buku sejarah yang menyebut peran orang Cina dalam sejarah Indonesia. "Jadi orang Cina berpikir kalau dia tidak dianggap," ucap Rizal. Meski begitu, kata dia, sudah ada tanda positif terhadap diakuinya peran etnis Tionghoa dalam sejarah Indonesia, yakni dengan penetapan John Lee yang beretnis Tionghoa sebagai pahlawan nasional.
Setiap menjelang perayaan Imlek atau tahun baru Cina, isu etnis Tionghoa mengemuka. Dalam diskusi itu juga muncul pertanyaan, mengapa warga keturunan dalam sektor pendidikan kurang berbaur dengan masuk ke sekolah umum? Etnis ini cenderung mencari sekolah yang komunitasnya sebagian besar warga keturunan. Sikap ini dinilai turut memperlambat proses pembauran.
Salah satu penyebabnya, jika masuk sekolah umum, mereka kerap menjadi sasaran pemerasan, baik oleh institusi pendidikan maupun antarsiswa. Istilah sapi perahan belum hilang walau fenomena tersebut sudah muncul sejak masa kolonial Belanda.
PRIHANDOKO
Berita terkait
Inilah 4 Akar Masalah Papua Menurut LIPI
21 hari lalu
Ada empat akar masalah Papua, yakni sejarah dan status politik, diskriminiasi, kekerasan dan pelanggaran HAM berat, dan kegagalan pembangunan.
Baca SelengkapnyaAsal Mula Hari Peduli Autisme Sedunia, Memahami Orang-orang dengan Spektrum Autisme
32 hari lalu
Hari Peduli Autisme Sedunia diperingati setiap 2 April untuk meningkatkan kesadaran tentang Gangguan Spektrum Autisme (ASD)
Baca SelengkapnyaBegini Ketentuan dan Bunyi Pasal Penistaan Agama yang Menjerat Panji Gumilang
39 hari lalu
Panji Gumilang dijerat Pasal Penodaan Agama, penghinaan terhadap agama di Indonesia masih mengacu pada Pasal 156a KUHP.
Baca SelengkapnyaMangkrak 20 Tahun, Apa Itu RUU PPRT yang Belum Juga Disahkan DPR?
56 hari lalu
Dua dekade RUU Perindungan Pekerja Rumah Tangga mangkrak tidak disahkan. Ini penjelasan mengenai RUU PPRT.
Baca SelengkapnyaInternational Women's Day Jogja 2024, Srikandi UGM: Rebut Kembali Hak Perempuan yang Tidak Diperjuangkan Pejabat Negara
58 hari lalu
Peringatan International Women's Day Jogja 2024, Ketua Divisi Aksi dan Propaganda Srikandi UGM sebut mengusung tema "Mari Kak Rebut Kembali!"
Baca SelengkapnyaTentara Perempuan Ukraina Berperang di Dua Front: Melawan Rusia dan Diskriminasi di Militer
58 hari lalu
Kementerian Pertahanan Ukraina mengatakan pada Oktober lalu bahwa hampir 43.000 tentara perempuan saat ini bertugas di militer.
Baca SelengkapnyaMalaysia Menang Terkait Isu Diskriminasi Uni Eropa terhadap Sawit di WTO
59 hari lalu
Malaysia memenangkan gugatan di WTO melawan tindakan diskriminasi Uni Eropa terhadap produk biofuel dari minyak sawit.
Baca SelengkapnyaKisah Marie Thomas Melawan Diskriminasi hingga Jadi Dokter Perempuan Pertama di Hindia Belanda
19 Februari 2024
Marie Thomas dikenal sebagai dokter perempuan pertama. Ia melalui diskriminasi saat sekolah kedokteran
Baca SelengkapnyaMengenang Gus Dur, Presiden yang Mencabut Inpres Larangan Merayakan Imlek
8 Februari 2024
Presiden Gus Dur mencabut instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 pada era Presiden Soeharto yang melarang perayaan Imlek.
Baca SelengkapnyaUniversitas Harvard Dikomplain Diduga Diskriminasi Mahasiswa Muslim
8 Februari 2024
Kementerian Pendidikan Amerika Serikat mengusut komplain bahwa Universitas Harvard terlibat dalam diskriminasi mahasiswa muslim pendukung Palestina.
Baca Selengkapnya