Begini Polisi Akhirnya Hamburkan Peluru di Bima

Reporter

Editor

Rabu, 4 Januari 2012 05:25 WIB

Sejumlah anggota Brimob Polda NTB berjaga mengantisipasi keamanan pasca bentrok di Pelabuhan Sape, Kecamatan Sape, Bima, Kabupaten Bima, NTB, Minggu (25/12). Anggota Brimob Polda NTB melakukan penjagaan di seluruh areal Pelabuhan termasuk di depan pintu gerbang yang juga melibatkan kendaraan lapis baja. ANTARA/Rinby

TEMPO.CO:- Suasana Pelabuhan Sape, Sabtu 24 Desember pagi masih diliputi ketegangan. Seratusan warga dari Kecamatan Sape, Kecamatan Langgudu, dan Kecamatan Lambu masih memblokir pelabuhan yang menjadi pintu masuk jalur laut menuju Bima.

Massa berkukuh tidak akan mundur sebelum Bupati Bima mencabut Surat Keputusan Nomor 188/45/357/004/2010 tentang izin eksplorasi PT Sumber Mineral Nusantara. Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh memastikan warga bertahan melakukan pemblokiran yang sudah berlangsung sejak 19 Desember 2011 warga tidak melakukan tindakan anarkis. “Warga sama sekali tidak berniat melakukan perusakan dan menyerang aparat,” ujar Ridha di kantornya, Selasa, 3 Januari 2011.

Sabtu pagi itu, sebelum kerusuhan pecah sekitar pukul 06.00 WITA kepolisian pun melakukan gelar pasukan yang dipimpin Kepala Polresta Bima, AKBP Kumbul. Pasukan terdiri dari 897 pasukan yang berasal dari Polresta Bima, Polres Dompu, Polres Sumbawa, Polres Bima, dan Polres Sumbawa Barat.

Pasukan pun menempati 9 titik yang sudah ditentukan oleh polresta. Di antaranya dua kompi di gerbang utama menuju pelabuhan Sape, satu kompi di jalan jalan menunju Lambu, dan dua kompi di jalan utama desa.

Saat akan masuk gerbang utama pelabuhan yang diblokir massa, Kapolresta Bima kembali melakukan negosiasi dengan pendemo. Namun Negosiasi tidak membuahkan hasil karena massa meminta Bupati segera mengeluarkan bukti tertulis pencabutan izin PT MSN. “Saat itulah Kapolresta melakukan pembukaan pintu gerbang secara paksa,” lanjut Ridha.

Menurut catatan Komnas saat polisi memaksa masuk pelabuhan pada sekitar pukul 07.00 WITA itu, tidak ada perlawanan dari massa. Bahkan warga mengikuti perintah polisi untuk mundur, duduk dan meletakkan senjata. Namun saat masuk ke pelabuhan, Ridha menyebutkan langsung ada perintah dari Kapolresta memerintahkan pasukan agar kembali ke posisi masing-masing. “Ini artinya ada desain dan rencana,” lanjut Ridha.

Dalam tahap awal pembubaran massa, Komnas mengakui polisi sudah melakukan negosiasi. Saat masuk dan mengumpulkan massa di tengah pun polisi lebih mengutamakan penggunaan pasukan pengendali massa. Namun saat polisi mendakati kerumuman warga yang berkumpul dan menyerah di tengah pelabuhan tiba-tiba ada perintah dari Kapolresta Bima agar pasukan kembali ke posisi. Brimob pun langsung mengambil posisi paling depan menggantikan Dalmas.

Menurut Komnas, pergantian antara Dalmas dan Brimob yang terjadi pagi itu sangat tiba-tiba dan belum tepat. Pasalnya tidak ada tindakan represif yang dilakukan massa dan mengancam keselamatan polisi.

Kepala Divisi Monitoring dan Investigasi Komnas, Sriyana, menuturkan sesaat setelah pergantian formasi itulah seorang aktivis langsung naik ke mobil yang berisi sound system dan meneriakkan agar demonstran tidak maju dan menyerah. “Ok jangan maju, kita sudah terima kesepakatan, kita tinggal tunggu tertulis saja,” ujar Sriyana mengulang perkataan orator itu.

Melihat reaksi massa, brimob pun mengambil posisi maju sepuluh langkah. Massa pun panik. Si aktivis kembali mencoba menenangkan massa. “Tolong jangan maju, jangan maju, kita sudah terima kesepakatannya,” ujarnya. Pada saat bersamaan, brimob langsung menarik lelaki pemegang mikrofon hingga jatuh. “Karena orator ditarik ke bawah, massa pun kocar-kacir. Saat itulah massa ditangkap, dan dipopor senjata, dan disambut bunyi tembakan,” ujar Ridha.

Menurut Ridha saat membubarkan massa polisi melakukan tindakan kekerasan. Massa yang sudah menyerah tetap ditendang dan dipukul. Bahkan ada yang kepalanya dihantam dengan senjata. “Tindakan ini jelas ada perintah.”

Meski begitu, Komnas mencatat tidak ada korban tewas pada peristiwa pembubaran di pelabuhan. Dua korban tewas yang dari insiden pagi itu tertembak 700 meter dari pelabuhan. Mereka adalah Arif Rahman, 18 tahun, dan Syaiful 17 tahun. Arif tertembak saat melarikan diri dari pelabuhan, sedang Syaiful tertembak saat mencoba menolong Arif.

Atas tindakan represif yang dilakukan kepolisian, Komnas meminta Kapolresta Bima harus bertanggungjawab. Alasannya, saat peristiwa penembakan warga terjadi, dia bertindak sebagai penanggung jawab di lapangan. Kapolresta dinilai juga tidak melakukan pencegahan efektif untuk menghindari jatuhnya korban meninggal dan luka-luka.

Di sisi lain, Komnas mendesak Kapolri segera menindak tegas seluruh jajaran aparat yang terlibat. Kapolri juga harus segera melakukan penyelidikan independen terhadap seluruh aparat yang diduga melakukan pelanggaran HAM. "Selain sanksi administratif harus ada sanksi pidana bagi aparat yang terbukti melakukan tindakan melawan hukum."

IRA GUSLINA

Berita terkait

Bentrokan Maut Empat Lawang, 4 Polisi Ditusuk

1 Agustus 2019

Bentrokan Maut Empat Lawang, 4 Polisi Ditusuk

Tim Polda Sumatera Selatan masih memburu provokator bentrokan warga vs polisi.

Baca Selengkapnya

Warga Pulau Pari Terlibat Bentrok dengan Polisi

20 November 2017

Warga Pulau Pari Terlibat Bentrok dengan Polisi

Ony menduga penyegelan yang berujung bentrok tersebut dilakukan atas pengaduan Pintarso Adijanto.

Baca Selengkapnya

Bakar 6 Motor Polisi, 18 Mahasiswa Unismuh Makassar Buron  

1 Januari 2017

Bakar 6 Motor Polisi, 18 Mahasiswa Unismuh Makassar Buron  

Polisi menetapkan tersangka empat mahasiswa yang masih aktif.

Baca Selengkapnya

Dora Kembali Minta Maaf, Aiptu Sutisna Akan Cabut Laporan  

23 Desember 2016

Dora Kembali Minta Maaf, Aiptu Sutisna Akan Cabut Laporan  

Sutisna mengatakan sudah menyampaikan perdamaiannya dengan Dora kepada Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal M Iriawan.

Baca Selengkapnya

Bentrok Petani Vs Polisi di Majalengka, 3 Jadi Tersangka  

23 November 2016

Bentrok Petani Vs Polisi di Majalengka, 3 Jadi Tersangka  

Polisi berujar, tersangka berusaha menghalang-halangi dan melukai aparat saat proses pengukuran lahan Bandara Internasional Jawa Barat.

Baca Selengkapnya

Bentrok Pembebasan Lahan BIJB, PKB: Harus Dialogis

19 November 2016

Bentrok Pembebasan Lahan BIJB, PKB: Harus Dialogis

Politikus PKB Maman Imanulhaq mendesak aparat untuk bertindak profesional tidak represif dan mengedepankan pendekatan persuasif.

Baca Selengkapnya

Pengukuran Lahan Bandara di Majalengka Diwarnai Bentrokan  

17 November 2016

Pengukuran Lahan Bandara di Majalengka Diwarnai Bentrokan  

Polisi menembakkan gas air mata agar warga menjauhi lokasi pengukuran.

Baca Selengkapnya

Kisah Korban Rusuh Penjaringan, Mobil Dikejar dan Dirusak  

5 November 2016

Kisah Korban Rusuh Penjaringan, Mobil Dikejar dan Dirusak  

Pria keturunan Tionghoa itu mengalami peristiwa mengerikan saat melintas depan apartemen Mitra Bahari, Jakarta Utara.

Baca Selengkapnya

Penjarahan di Penjaringan, Polisi Tangkap 15 Orang  

5 November 2016

Penjarahan di Penjaringan, Polisi Tangkap 15 Orang  

Mabes Polri menyatakan penjarahan yang terjadi di Penjaringan murni tindakan kriminal.

Baca Selengkapnya

PT Pertiwi Lestari Bantah Memburu Petani Karawang

19 Oktober 2016

PT Pertiwi Lestari Bantah Memburu Petani Karawang

PT Pertiwi Lestari membantah memburu dan menangkap petani Karawang dan meminta pihak lain agar menghormati proses hukum.

Baca Selengkapnya