TEMPO Interaktif, Jakarta: Pemerintah mempertimbangkan untuk menetapkan batas atas udara (batas vertikal) Indonesia. Hal ini mengingat adanya perbedaan cara pandang terhadap ruang udara dan antariksa dari masing-masing negara. Usulan tersebut telah dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang tentang batas atas udara Indonesia. RUU tersebut dibuat oleh tim yang terdiri dari beberapa institusi terkait. Di antaranya Departemen Pertahanan dan TNI Angkatan Udara. Saat ini, RUU tersebut sedang mengalami penggodokan untuk meminta persetujuan dari pemerintah. "Pengadaan batas atas udara dipandang perlu untuk menegakkan kedaulatan negara. Pertanyaannya, mampukah kita melakukan fungsi itu," kata koordinator staf ahli KSAU Marsekal Muda TNI Sutrisno, usai menghadiri konggres kedirgantaraan Indonesia di Balai Sidang Jakarta Convention Centre, Rabu (23/12).Menurutnya, batas atas udara yang ideal bagi langit Indonesia adalah 100 km dari permukaan tanah. Ini mengacu pada Australia yang menggunakan batas udara yang sama, seperti juga dipakai oleh Israel, Pakistan, India, Jepang dan Cina. "Selain itu ada ketentuan internasional yang menyebutkan bahwa daya lift (angkat) maksimal sebuah pesawat terjadi pada ketinggian 80-100 km dari permukaan tanah," katanya. Sutrisno yakin, di masa depan kemampuan TNI AU akan semakin meningkat terutama untuk menjaga kedaulatan negara di angkasa. Tetapi dia tidak menampik anggapan bahwa saat ini TNI AU belum siap melaksanakan hal itu. "Sekarang kita memang tidak mampu. Tapi nantinya, kita harus semakin maju," ujarnya optimis. D.A. Candraningrum - Tempo News Room
Berita terkait
Prabowo Tidak Mundur dari Jabatan Menhan Meskipun Masa Transisi Presiden Terpilih, Sebab...
27 menit lalu
Prabowo Tidak Mundur dari Jabatan Menhan Meskipun Masa Transisi Presiden Terpilih, Sebab...
Apa alasan Prabowo tak melepas jabatan Menhan, padahal sibuk transisi sebagai presiden terpilih?