TEMPO Interaktif, Jakarta - Anggota Komisi X DPR-RI Rohmani menyatakan Surat Keputusan Bersama Lima Menteri ihwal distribusi guru tidak akan menyelesaikan masalah. "Ini bukan langkah yang tepat dan efektif dalam menyelesaikan persoalan distribusi guru dan mutu pendidikan," ujar Rohmani, Selasa, 29 November 2011.
Mulai tahun depan, pemerintah akan melakukan distribusi ulang guru di seluruh wilayah Indonesia. Redistribusi itu dilakukan demi menyelesaikan masalah ketimpangan jumlah guru, terutama di daerah perbatasan.
Rohmani menyatakan, SKB itu tidak dapat berjalan karena masih berlakunya otonomi daerah. Sehingga, kata dia, pusat semestinya tidak memiliki kewenangan dalam mengatur distribusi guru. "Selama masih ada otonomi daerah, SKB tidak bisa jalan karena hingga hari ini dalam UU secara sah dan jelas menyebutkan guru dikelola daerah," ujarnya.
Rohmani berpendapat, pada nantinya SKB hanya akan tergeletak sebagai dokumen saja. Solusi yang dikeluarkan melalui surat itu juga dianggapnya meloncat jauh.
"Pemerintah belum lihat persoalan guru secara jernih. Saya khawatir pusat pun tidak memiliki data yang valid tentang sebaran guru, terutama distribusi berdasarkan mata pelajaran," papar politikus dari fraksi PKS.
Sebelumnya, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim mengatakan, saat ini distribusi tenaga guru tidak merata, terutama di wilayah terpencil. "Selama ini yang dikeluhkan soal distribusi guru, di satu pihak berlebih, sementara yang lain kekurangan," ujarnya.
Untuk itu, kata dia dibutuhkan Peraturan Bersama Lima Kementerian untuk mengatus distribusi guru tersebut. Menurutnya, aturan itu tidak akan menimbulkan gejolak di masyarakat, meski nantinya ada penolakan distribusi tersebut. "Daripada guru repot mengajar di sekolah lain untuk memenuhi minimal waktu mengajarnya, lebih baik taat aturan ini," katanya.
Distribusi guru ini akan dilakukan antar kabupaten/kota, baru kemudian antarprovinsi. Distribusi ini rencananya akan dilakukan sampai 2013 mendatang.
RIRIN AGUSTIA
Berita terkait
4 Prodi dengan Kuota Terbesar di PPG Prajabatan 2024
9 hari lalu
Apa saja prodi dengan kuota terbesar di PPG Prajabatan?
Baca SelengkapnyaPendaftaran PPG Prajabatan 2024 Dibuka, Simak Syarat dan Cara Daftarnya
28 hari lalu
PPG Prajabatan merupakan salah satu program prioritas Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) untuk memenuhi kebutuhan guru.
Baca SelengkapnyaTop 3 Tekno: Laptop Huawei Matebook D14, Guru Bicara Ekskul Pramuka
32 hari lalu
Selain spesifikasi laptop Huawei Matebook D14 terbaru dan 5 catatan para guru atas polemik ekskul Pramuka, ada juga soal ledakan amunisi kedaluwarsa.
Baca SelengkapnyaSamsung Tingkatkan Kompetensi Digital Guru dan Dosen melalui Samsung Innovation Campus
39 hari lalu
Samsung menggelar program Teachers Training bagi guru dan dosen dalam program Samsung Innovation Campus (SIC) Batch 5 2023/2024.
Baca SelengkapnyaSeleksi ASN 2024, Kemendikbudristek Buka Formasi 419.146 Guru PPPK
52 hari lalu
Seleksi PPPK tersebut diperuntukkan untuk guru di sekolah negeri.
Baca SelengkapnyaMau Dijadikan Sumber Pembiayaan Makan Siang Gratis, Apa Fungsi Utama Dana BOS?
4 Maret 2024
Perhimpunan Pendidikan dan Guru menolak jika makan siang gratis menggunakan dana BOS
Baca SelengkapnyaBeda Respons PGRI Soal Makan Siang Gratis Pakai Dana Bos: yang Penting Ada Uangnya
4 Maret 2024
PGRI menilai, tidak ada yang perlu dipersoalkan mengenai pembiayaan program makan siang dan susu gratis yang menggunakan dana BOS.
Baca SelengkapnyaMarak Kasus Bullying, Jokowi kepada Guru: Jangan Sampai Ada Siswa Ketakutan di Sekolah
4 Maret 2024
Presiden Joko Widodo menunjukkan perhatiannya atas perundungan (bullying) yang terjadi di sekolah-sekolah.
Baca SelengkapnyaRespons Program Makan Siang Gratis, FSGI Singgung Teori Shang Yang, Apa Maksudnya?
4 Maret 2024
FSGI merespons program makan siang gratis dengan menyinggung teori Shang Yang. Begini penjelasannya.
Baca SelengkapnyaReaksi Para Guru Soal Makan Siang Gratis akan Gunakan Dana BOS
4 Maret 2024
Menurut FSGI, penggunaan dana Bos untuk makan siang gratis menunjukkan pemerintah gagal memahami tujuan kebijakan itu.
Baca Selengkapnya