FITRA Tengarai Anggaran Bansos dan Hibah Rawan Penyimpangan
Sabtu, 27 Agustus 2011 15:05 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran menengarai ada potensi penyimpangan dalam penggunaan anggaran pemilihan kepala daerah, bantuan sosial, dan hibah DKI Jakarta. Dana-dana tersebut rawan terjadi penyalahgunaan dan digunakan untuk mengarahkan dukungan kepada calon tertentu.
Salah satunya melalui duplikasi anggaran yang dilakukan dengan alokasi kegiatan yang sama dengan anggaran berbeda. "Seperti sosialisasi pilkada sama dengan sosialisasi pemilukada," kata Koordinator FITRA Jakarta, Erwin Syahrial, melalui pernyataan persnya, Sabtu, 27 Agustus 2011.
Ia mencontohkan Pemerintah DKI Jakarta telah mengalokasikan Rp 40,3 miliar untuk anggaran pemilihan kepala daerah. Namun ada anggaran sebesar Rp 250 miliar yang dianggarkan di luar yang diajukan Komisi Pemilihan Umum Daerah DKI Jakarta. "Ini menimbulkan kesan pemilukada dijadikan kesempatan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah berlomba-lomba membuat proyek terkait," katanya.
Sejumlah kegiatan itu, misalnya, dilakukan Badan Kesbangpol untuk lokakarya pembuatan Rancangan Pemilukada Rp 200 juta, penerbitan buku Peraturan pemilukada Rp 100 juta, sosialisasi peraturan pemilukada Rp 560 juta, peningkatan pendidikan politik perempuan menjelang pemilukada Rp 200 juta. Kantor Kesbangpol masing-masing wilayah DKI juga mengusulkan anggaran dan kegiatan yang sama.
Jelang pilkada ini, belanja hibah dan bansos meningkat hingga 131 persen atau Rp 524 miliar dibandingkan tahun sebelumnya. Dari hasil riset FITRA pada 18 daerah yang melaksanakan pemilukada pada tahun 2008, belanja hibah-bansos mengalami peningkatan cukup signifikan.
Anggaran bansos-hibah selain dialokasikan untuk KPUD dan Panitia Pengawas dalam menyelenggarakan pemilukada, juga berpotensi untuk disalahgunakan untuk meraih dukungan yang menguntungkan salah satu calon. Menurut Erwin, hal ini karena lemahnya pengaturan kriteria peruntukan dana bansos-hibah, khususnya yang diberikan pada ormas-ormas tertentu. "Indikasi ini juga diperkuat dari temuan hasil audit BPK pada APBD 2007," katanya. Bahwa sebanyak 46 lembaga penerima bantuan keuangan dengan nilai Rp 527 miliar tidak melalui penelitian dan sebanyak 41 lembaga senilai Rp 456 miliar penerima bantuan belum melaporkan hasil audit.
Pada Dinas Olahraga, Dinas Kesos, Dinas Kebudayaan, dan Biro Adminkesmas telah mendapat alokasi belanja sebesar Rp 246,3 miliar dan terealisasi Rp 204,3 miliar. Namun temuan BPK menyebutkan sebagian realisasi digunakan untuk bantuan keuangan pada organisasi profesi dan ormas sebesar Rp 129 miliar. "Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Gubernur No. 37 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa belanja bantuan keuangan yang dialokasikan gubernur hanya di DPA-SKPD Setda pada belanja bantuan keuangan," katanya.
Ia meminta pemerintah daerah menertibkan anggaran kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pemilukada ke dalam satu pos anggaran. Tentu saja setelah berkoordinasi dengan KPUD sebagai penanggung jawab penyelenggaraan pemilukada. Dalam penggunaan anggaran, pemerintah diminta untuk transparan. FITRA juga menuntut agar hibah dan bantuan sosial ke ormas ditunda dan dilakukan efisiensi anggaran. "Pemerintah harus memperhatikan pemilukada yang berkualitas, demokratis, dan jujur," katanya.
EKO ARI WIBOWO