Eko Budihardjo Klarifikasi Pernyataannya Soal Saripetojo
Selasa, 12 Juli 2011 18:25 WIB
TEMPO Interaktif, Semarang - Ketua tim pengkaji bekas bangunan pabrik es Saripetojo, Profesor Eko Budihardjo mengakui dirinya kurang pas dalam memberikan keterangan soal rekomendasi tim pengkaji soal status bangunan tersebut.
Eko menduga ada kesalahan penafsiran yang kurang lengkap dalam keterangan persnya yang dilakukan Jum'at (8/7)lalu di rumahnya. "Sebagai guru besar ya ada salahnya. Keterangan saya mungkin kurang pas sehingga interpretasi media massa lain," kata Eko, Selasa 12 Juli 2011.
Eko menyatakan, hingga kini tim pengkaji belum memiliki hasil akhir. Eko menyebut pada 15 Juli mendatang tim akan bertemu Gubernur Jateng. Selanjutnya, pada 21 Juli tim akan bertemu Wali Kota Surakarta. Setelah itu, tim juga akan menemui ilmuan, seniman, budayawan dan lain-lain. Setelah semua tahap itu dilalui, kata Eko, barulah nanti ada laporan lengkap.
Pada pertemuan beberapa waktu lalu, kata dia, Soedarmono dan Amin Luhur tidak hadir sehingga tak ikut tanda tangan dalam rekomendasi tim pengkaji.
Dokumen rekomendasi yang diberikan Eko pada saat jumpa pers di rumahnya memang tidak ada tandatangan Soedarmono dan Amin Luhur. Tapi, kata Eko, itu tak masalah sehingga kajian tim akan jalan terus. "Saya berharap dua pakar ini bisa hadir dalam pertemuan selanjutnya," kata Eko.
Anggota tim pengkaji lainnya, Totok Rusmanto menyatakan Soedarmono tak bisa hadir dalam rapat karena saat itu dia masih ada acara di Jakarta.
Secara pribadi, Eko mengusulkan agar kawasan pabrik es Saripetojo direvitalisasi saja. Karena lahannya mencapai 12 ribu meter per segi maka masih memungkinkan untuk ada bangunan baru.
Revitalisasi, kata dia, masih dalam kategori bangunan cagar budaya karena ada bangunan-bangunan yang harus tetap dilestarikan tapi tak menutup kemungkinan akan ada bangunan baru. Namun, kata Eko, bangunan baru itu tak harus bangunan mal tapi bisa apa saja, misalnya pusat budaya, situs hotel atau yang lainnya.
Eko menyatakan bahwa pelestarian dan pengembangan sebuah kawasan saat ini hanya diartikan sebatas pengembangan mall."Saya usul bangun bangunan yang khas dan unik sehingga 50 tahun ke depan bisa memiliki nilai sejarah," kata dia. Ia mencontohkan, Kantor Gubernur DKI Jakarta merupakan bangunan yang tua. Namun, di belakangnya juga ada bangunan yang baru.
Usulan itu, kata Eko, berbeda dengan usulan BP3 yang meminta agar Saripetojo menjadi situs purbakala. Jika situs purbakala maka tidak bisa diapa-apakan. Seperti Benteng Vandelberg Solo yang sudah ditetapkan sebagai situs purbakala. "Kalau Saripetojo tidak bisa diapa-apakan maka sayang sekali," kata dia.
Eko menjamin bahwa apa yang dihasilkan tim pengkaji sangat menonjolkan aspek keilmuan dan tidak ada pesanan dari siapapun. "Jangan anggap ini sebagai alat untuk mengabsahkan Gubernur. Kami akan tetap independen. Saya sudah tua tinggal menikmati masa tua," kata dia.
ROFIUDDIN