Mereka menutup akses masuk menuju kawasan industri, Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER).
Para pengunjuk rasa meluapkan kekecewaannya karena keberadaan kawasan industri tersebut tidak membawa pengaruh apa pun bagi kehidupan warga.
"Banyak industri yang beroperasi di kawasan PIER, tapi kami tetap saja tidak sejahtera," kata koordinator aksi, Ahmad Rifai.
Mereka menilai, masyarakat setempat tak diuntungkan dengan berdirinya kawasan industri tersebut. Sebab, tak banyak warga yang dilibatkan dan bekerja di kawasan PIER. Mayoritas pekerja justru berasal dari luar daerah Rembang.
Warga juga mempersoalkan pengolahan limbah industri berupa kertas, plastik dan besi. Menurut mereka, limbah padat tersebut menjadi harapan warga untuk meningkatkan kesejahteraan. Apalagi, pengolahan limbah tersebut diatur dalam nota kesepahaman antara Pemerintah Desa Pandean dengan sejumlah industri.
Namun, kenyataannya justru limbah tersebut hanya dikelola Sekretaris Desa Pandean untuk kepentingan pribadi. Pemerintah Desa pun tak dilibatkan sehingga tidak mendapatkan bagi hasil atas penjualan limbah padat tersebut.
Itu sebabnya warga menuntut agar hak pengelolaan limbah padat diambil alih warga setempat.
Aksi yang berlangsung satu jam itu, meski berjalan tertib, sempat mengganggu akses distribusi barang dan pekerja yang akan keluar masuk ke kawasan industri.
Warga segera membubarkan diri setelah menyampaikan aspirasi mereka dengan membentangkan poster menuntut bagi hasil pengelolaan limbah padat dan peningkatan kesejahteraan warga.
Sampai aksi dibubarkan tidak sorangpun dari manajemen PIER yang menemui pengunjuk rasa. EKO WIDIANTO.