Revisi UU KPK sendiri dipermasalahkan oleh Indonesia Corruption Watch. ICW menilai bahwa undang-undang ini merupakan bentuk serangan kepada KPK dari Senayan. Dalam temuannya, ICW mengatakan terdapat delapan dari sepuluh poin revisi tersebut yang mengindikasikan pelemahan kepada KPK.
Delapan poin itu adalah: tumpang tindih dan "rebutan" perkara korupsi antar institusi penegak hukum; prosedur KPK melakukan penyadapan; kewenangan menerbitkan SP3; efektifitas pelaksanaan tugas
KPK dan kemungkinan peninjauan ulang kewenangan KPK; peningkatan fungsi pencegahan KPK; pelaksanaan koordinasi dan monitoring KPK terhadap penyelenggaraan pemerintahan; mekanisme pergantian antar waktu pimpinan KPK; efektifitas atau rencana peninjauan konsep kolektif dalam pengambilan keputusan KPK.
ICW mengatakan hanya dua poin yang dinilai dapat memberikan keleluasaan bagi KPK untuk terus memberantas korupsi. Kedua poin. itu adalah :Kemungkinan KPK mempunyai penyidik sendiri; dan perwakilan KPK di daerah.
Terhadap tudingan ICW ini, Didi menyayangkan jika memang terdapat agenda dari DPR untuk memberangus kewenangan KPK. "Tidak ada alasan bagi DPR untuk memperlemah KPK, karena KPK kita bentuk dalam kondisi darurat untuk menghentikan kasus korupsi di negara ini," ujarnya.
Ia mengatakan, fraksinya akan mempertahankan setidaknya kewenangan KPK seperti apa yang dimiliki sekarang. Misalnya,"Kewenangan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan akan kami perjuangan supaya tidak diperlemah. Minimal seperti yang ada sekarang. KPK sebagai koordinator pemberantasan korupsi juga tak bisa diubah," ujarnya.
FEBRIYAN