TEMPO Interaktif, Jakarta - Citra pemerintah menjadi negatif di mata publik dan dunia dengan dicoretnya Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dari panitia pendukung resmi untuk komodo dalam kampanye tujuh keajaiban dunia. "Image Indonesia dalam pergaulan dunia menjadi buruk," kata Dedi Gumelar, anggota Komisi Pendidikan, Pariwisata dan Kebudayaan DPR dari fraksi PDIP, Rabu (9/2).
Minimal negara-negara yang ikut berkompetisi dalam ajang kepopuleran tujuh keajaiban dunia yang diselenggarakan oleh Yayasan New7Wonders (N7W), turut mengetahui masalah itu.
Yayasan N7W telah memutuskan tidak mencoret Komodo sebagai salah satu finalis tujuh keajaiban dunia. Namun, yayasan itu mencoret Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dari panitia pendukung resmi komodo dalam kampanye tujuh keajaiban dunia.
Menurut Dedi, pemerintah seharusnya lebih berhati-hati sejak awal mengenai prosedur dalam kompetisi yang diadakan oleh N7W tersebut. Jika pemerintah memahami setiap prosedurnya, masalah itu tidak akan terjadi. "Ini berarti pemerintah lalai," tambahnya. Nyatanya, lanjut Dedi, pemerintah baru mempermasalahkan setelah mengetahui diperlukan biaya sekitar Rp 400 miliar untuk menjadi tuan rumah pada malam deklarasi.
Dedi menyarankan agar pemerintah memberikan penjelasan kepada publik secara transparan mengenai masalah ini. Sedangkan, rencana gugatan perdata sebaiknya diurungkan karena dikawatirkan justru menjadi bumerang.
Yayasan N7W sudah menunjukkan sikap sportif dengan tidak mengeliminasi komodo dari finalis. Hal itu patut diapresiasi, karena keajaiban komodo sebagai makhluk purba merupakan fakta yang tak bisa dipungkiri.
Aqida Swamurti
