TEMPO Interaktif, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai keputusan pembebasan bersyarat terpidana Artalyta 'Ayin'Suryani masih bisa dibatalkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pemerintah seharusnya meninjau kembali alasan diberikannya pembebasan ini karena selama ini yang Ayin lakukan adalah mencemarkan institusi hukum, terutama Lembaga Permasyarakatan.
“Kelakukan baik Ayin seperti apa? Yang dia lakukan hanyalah mencemarkan LP dengan adanya fasilitas khusus di tahanannya,” kata Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, Kamis (27/1).
Jika memang Presiden punya komitmen untuk memberantas mafia hukum, kata Emerson, membatalkan surat keputusan pembebasan Ayin adalah suatu keharusan. Namun dengan sikap diam yang diambil oleh Presiden maka keputusan ini terkesan telah direstui.
“Kami mendesak agar Presiden membuat surat pembatalan. Karena kebijakan ini sangat janggal,” tutur Emerson.
Ayin adalah terpidana 5 tahun penjara karena menyuap jaksa Urip Tri Gunawan US$ 660 ribu pada 29 Juli 2008. Ayin terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Putusan Mahkamah Agung kemudian mengkorting 6 bulan masa hukumannya.
Digugat Sri Mulyani, ICW: Yang Kami Minta Hasil Audit terkait Dana Publik
11 Februari 2023
Digugat Sri Mulyani, ICW: Yang Kami Minta Hasil Audit terkait Dana Publik
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto mengaku heran dengan sikap Menteri Keuangan Sri Mulyani yang bersikukuh tidak ingin mengeluarkan ke publik hasil audit program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan.
Dinilai Sebagai Pimpinan yang Terburuk, KPK: ICW Paling Benar
30 Desember 2019
Dinilai Sebagai Pimpinan yang Terburuk, KPK: ICW Paling Benar
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango angkat bicara perihal penilaian Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyebut bahwa lembaga di bawah kepimpinannya menjadi yang terburuk.
