YLKI menyadari, kenaikan tiga komponen publik strategis dengan cara memberikan tambahan biaya kepada masyarakat mampu tersebut tidak dapat dielakkan pemerintah. Meskipun dengan konsekuensi akan menaikkan inflasi, namun kalau tidak cermat dapat memperbesar jumlah orang miskin dan krisis sosial yang lebih parah di Indonesia.
YLKI mengajukan beberapa syarat kepada pemerintah mengenai terhadap kenaikan itu. Pertama, pemerintah harus mempunyai perencanaan besar yang rinci mengenai pengurangan subsidi BBM dan TDL yang mencakup tahapan pengurangan subsidi (kenaikan harga BBM dan TDL), kapan harga BBM dan TDL tanpa subsidi sama sekali, program sosialisasi, kategori orang miskin dan bentuk subsidi dan sistem monitoring/evaluasi subsidi.
Kedua, kalangan pemerintah dan DPR seharusnya membahas sistem dan bentuk subsidi terlebih dahulu, bukannya membahas kenaikan atau pengurangan subsidi. Jika ini terjadi, menurut YLKI, maka rakyat kecil kembali yang akan menderita.
Mengenai rencana kenaikan tarif telepon, pemerintah harus menjelaskan secara rinci cara perhitungan tarif disertai dengan berbagai contoh perhitungan kepada masyarakat. Pemerintah juga harus memastikan bahwa masyarakat mengerti perhitungan tarif tersebut. Itu dilakukan dengan sistem sosialisasi terpadu, sebelum dan setelah tarif dinaikkan. YLKI juga menuntut kejelasan untuk apa kenaikan tersebut. Disamping itu, dalam pengawasannya harus menyertai partisipasi masyarakat.
Mengenai kenaikan PPN, Agus mengatakan, YLKI menolak tegas kenaikan tersebut. Karena menurut YLKI, Direktorat Jenderal Pajak harus dibersihkan terlebih dahulu dari pejabat-pejabat lama yang korup. Pemerintah seharusnya tidak meningkatkan penerimaan pajak dari PPN, tetapi melalui PPh badan dan perorangan dan menggalakkan keharusan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk mempermudah memberantas korupsi.
Pada kata penutup siaran pers itu, YLKI menegaskan bahwa ia hanya akan mengkonsentrasikan kegiatan advokasinya untuk membela dan membantu konsumen kelas menengah dan bawah, seperti misalnya konsumen yang tidak punya kendaraan pribadi, konsumen yang belum mendapatkan sambungan listrik dan konsumen yang daerahnya belum terjangkau layanan telepon. (ucok ritonga)