Maryam Rachmad yang bergelar Ina Ka’u di Kesultanan Bima menyebutkan, kekhususan tersebut juga telah menjadi pembicaraan peserta Festival Keraton Nusantara yang berlangsung di Palembang, 26-28 Nopember 2010.
Kekhususan yang dimaksud, kata dia, bukan sebagai kerajaan karena sulit untuk mengatur kelengkapannya. Namun, yang dimintanya adalah fasilitas seperti pengembalian kekayaan berupa tanah swapraja yang telah diambil oleh negara menjadi tanah milik pemerintah kabupaten.
“Kami serahkan kepada pemerintah. Harus dikaji secara mendalam,’’ kata Maryam Rachmad, 83 tahun, kepada Tempo, Selasa (30/11-2010) pagi. Maryam Rachmad adalah putri Sultan Muhammad Salahuddin.
Kesultanan Bima juga memiliki sumbangan memperjuangkan berdirinya Republik Indonesia, adalah termasuk kerajaan yang diakui kedaulatannya oleh Belanda, tidak dijajah dalam arti pemerintahannya dijalankan sendiri. Pemerintah Belanda hanya menempatkan seorang wakilnya sebagai Asisten Residen.
Menurut Maryam yang bergelar doktor filologi Universitas Padjadjaran setelah menjadi wisudawan tertua, 23 November lalu, dari ribuan hektar tanah kesultanan Bima tersisa 200an hektar yang masih dikuasai Yayasan Istana Sultan Salahuddin Bima.
Tanah lainnya, tersebar di seluruh kecamatan di Bima dan kini dikuasai oleh penduduk. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah, kata Maryam, seluruh kerajaan dihapus diganti kabupaten. “Jadi tidak ada pemerintahan raja,’’ ujarnya.
Maryam pernah menjabat Asisten Sekretaris Daerah Nusa Tenggara Barat dan pernah menjadi anggota MPR RI 1987-1992, serta anggota DPR RI 1992-1997. Sekarang, ia menjadi Ketua Umum Komite Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa , sebuah komisi untuk memperjuangkan provinsi baru yang terpisah dari Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Kesultanan Bima semula adalah kerajaan yang terletak di Bima di pulau Sumbawa Nusa Tenggara Barat. Perubahan tersebut setelah Raja XXVII yang bergelar Ruma Ta Ma Bata Wadu setelah memeluk Islam sejak Tahun 1640 dan berganti nama Sultan Abdul Kahir sebagai Sultan Bima I.
Sejak 2005, Kabupaten Bima dipimpin oleh Ferry Zulkarnain bergelar Jena Teke. Ferry adalah anak dari Sultan Bima ke-14 yang juga bernama Abdul Kahir atau cucu dari Sultan Bima ke-13 Muhammad Salahuddin. Hingga kini Ferry tetap menjabat sebagai bupati Bima setelah terpilih untuk kedua kalinya dalam Pilkada 2010.
SUPRIYANTHO KHAFID