Pengusaha Batik Surakarta Tuntut Motif Produk Dipatenkan
Minggu, 15 Agustus 2010 15:50 WIB
TEMPO Interaktif, Surakarta – Pengusaha batik di Surakarta meminta pemerintah setempat mematenkan motif batik khas Surakarta. Hal itu dilakukan agar motif batik khas Surakarta benar-benar diakui secara legal menjadi milik masyarakat Surakarta.
”Kami tidak berpikir secara ekonomis, misalnya dengan paten tersebut nantinya ada royalti. Paten semata-mata untuk menjaga keluhuran motif batik warisan leluhur,” terang Ketua Komunitas Pengusaha Batik Kauman Gunawan Setiawan kepada Tempo, Minggu (15/8).
Dalam paten tersebut berisi tentang tata cara penggunaan sebuah motif menurut aturan yang sudah ada. Misalnya untuk motif Sidomukti khusus digunakan untuk upacara perkawinan. ”Jangan sampai motif Sidomukti untuk hal di luar itu, contohnya untuk alas kaki. Ini kan tidak menghargai warisan leluhur,” lanjutnya.
Karena belum adanya paten, maka siapapun bisa menggunakan motif tertentu untuk keperluan apapun. Hal ini yang berusaha dihindari para pengusaha batik, mengingat para leluhur menciptakan motif-motif tertentu untuk hal-hal khusus, seperti sidomukti di atas.
Selain bicara tata cara penggunaan, paten juga mencegah ada pihak-pihak lain yang berusaha memanfaatkan untuk kepentingan bisnis. Gunawan menceritakan, saat ini ada sebuah produsen sepatu olahraga kelas dunia yang menggunakan motif batik dalam salah satu produknya.
”Penggunaan motif tersebut sudah tidak pada tempatnya, juga berdasarkan ekonomi. Bisa-bisa mereka akan mematenkan motifnya, dan kita gigit jari karena dipaksa membayar royalti untuk sesuatu yang diciptakan leluhur kita,” tegasnya.
Hak paten atas motif tertentu sebaiknya disematkan atas nama masyarakat Surakarta. Dengan begitu, siapapun tetap dapat menggunakannya asalkan sesuai peruntukannya. ”Kalau atas nama organisasi atau bahkan pribadi, bisa-bisa digunakan sebagai ajang bisnis semata,” dia menambahkan.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Surakarta Joko Pangarso mengaku pemerintah kota sudah pernah mengajukan hak paten motif batik ke Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia pada rentang 1996-1997.
Jumlahnya sekitar 400 motif khas Surakarta seperti Sidomukti, Truntum, dan Sidomanak. ”Tapi pengajuan paten tersebut ditolak,” jelasnya.
Alasannya, dalam setiap motif tidak ada keterangan siapa yang membuatnya. Masalahnya, motif-motif tersebut bikinan leluhur yang bersifat anonim. ”Kami ajukan atas nama Pemkot Surakarta, tidak diterima. Kemudian atas nama Keraton, juga tidak diterima,” lanjutnya.
Praktis saat ini pengajuan paten motif batik khas Surakarta terbentur peraturan tentang pemilik hak cipta motif tersebut. ”Kami sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Kecuali peraturannya diubah dan mengakomodir motif batik warisan leluhur,” pungkasnya.
UKKY PRIMARTANTYO