Biasanya, kata Frans, mereka mendatangi petani di pedesaan menawarkan harga satu komoditi sebesar Rp5000, kemudian ada lagi yang datang menawarkan dengan harga yang lebih rendah. Akibatnya, posisi tawar petani menurun, karena mereka tidak menerima cukup informasi mengenai perkembangan harga komoditi di pasaran.
Karena itu, Frans meminta petani untuk menghentikan penjualan komoditi kepada mafia tersebut. Dan kemudia, petani menjualnya kepada koperasi yang kini mulai dibangun di sejumlah wilayah di NTT.
Komoditi yang dibeli koperasi, katanya, akan dibeli dengan harga yang layak sehingga petani puas. "Kita perkuat kelembagaan petani melalui koperasi, sehingga harga komoditi memunyai nilai jual yang layak," katanya.
Kebijakan ini, kata dia, diharapkan bisa memutuskan jaringan mafia sekaligus membebaskan petani dari ancaman kemiskinan. "Dengan cara itu, mata rantai mafia dapat terputus," katanya.
Frans memberi contoh, di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Koperasi Kredit Samamora yang beranggotakan 500 orang, kini jumlah simpanannya sebesar Rp6 miliar. "Koperasi ini telah diarahkan untuk membeli seluruh komoditi petani sebelum disalurkan ke pasaran," katanya.
YOHANES SEO