Kak Seto : Fatwa Harus Didukung Larangan Promosi Rokok
Rabu, 17 Maret 2010 13:28 WIB
Menurutnya, sebatang rokok mengandung sekitar 3000 jenis racun. Pada anak, dampaknya bisa berlipat. "Apa yang dilakukan pada usia anak-anak kuat pengaruhnya pada usia berikut, bisa menimbulkan ketergantungan yang sangat dahsyat," kata pakar psikologi anak itu.
Celakanya, remaja merupakan target pasar perusahaan rokok. "Tercantum di dokumen Phillip-Morris," kata Kak Seto, panggilannya. Perusahaan tembakau raksasa asal Amerika Serikat itu membidik pasar remaja untuk mengganti perokok lansia yang sudah wafat.
Penerapan kebijakan itu terlihat dari gencarnya promosi rokok. Mulai dari iklan, sponsor di kegiatan siswa, hingga promosi produk secara langsung ke konsumen. Komnas Anak mendapat laporan ada perusahaan yang membagikan rokok gratis di sekolah di beberapa kota Jawa Tengah Kak Seto menilai jargon-jargon yang diusung di iklan rokok identik dengan nilai-nilai yang digilai remaja. Misalnya, 'Ga Ada Lo Ga Rame', 'Macho', 'Kreatif'."Sehingga merokok itu identik dengan gaul," ujarnya.
Prevalensi perokok anak pun meningkat. Perokok usia 5-9 tahun mencapai 2 persen pada 2007. "Meningkat 4 kali lipat dari tahun 2001," kata Kak Seto. Demikian juga perokok usia 10-14 tahun yang meningkat dari 9,5 persen pada 2001 jadi 16 persen pada 2007.
Kak Seto memastikan agresivitas promosi rokok meningkatkan perokok anak dan remaja. Penelitian menunjukkan 99,7 persen remaja pernah melihat iklan rokok di televisi, 86 persen melihat di media luar ruang seperti papan reklame, dan 76 persen melihat di media cetak. "Sebanyak 29 persen remaja perokok menyulut rokoknya setelah melihat iklan," katanya.
Komisi Nasional Perlindungan Anak meminta pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif. "Di situ ada larangan total bagi iklan rokok," ujar Kak Seto. Menurutnya, Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masih membolehkan iklan rokok di televisi. "Malaysia sudah sejak 1982," katanya.
Larangan iklan di televisi, dia melanjutkan, juga sudah diatur di Undang Undang Penyiaran. Beleid itu melarang promosi zat adiktif. "Alkohol dilarang, kenapa rokok boleh," ujar Kak Seto.
Dia mengajak semua pihak, termasuk media, berpikir jernih. "Lepaskan ekonomi, pikirkan racun yang terkandung dalam rokok," katanya.
Dukungan yang sama dikeluarkan Komnas Anak saat Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa anti-rokok dua tahun silam. "Kami harap NU dan organisasi agama lain bisa mengeluarkan keputusan serupa," ujar Kak Seto.
REZA MAULANA