Para siswa yang mengenakan atribut sekolahnya masing-masing itu memulai aksinya sekitar pukul 08.30 WIB. Mereka melakukan longmarch dari bundaran simpang lima Tarogong menuju kantor Bupati Garut, di jalan pembangunan. Namun yang bersangkutan tidak ada di tempat. Karena tidak percaya, sebagian siswa mensweping kantor Bupati Aceng HM Fikri.
Aksi spontanitas itu pun dilanjutkan ke Gedung Dewan Pewakilan Rakyat Daerah yang tidak jauh dari kantor Bupati. Disana mereka mendesak wakil rakyat untuk mendukung aksi tersebut dan melakukan penolakan terhadap pemerintah pusat. “Muhammad Nuh tidak pantas jadi Menteri Pendidikan, masa orang intelek tidak tahu hukum,” ujar koordinator aksi Sandi Nugraha dalam orasinya.
Menurutnya, pemerintah tidak mencermikan sikap yang baik untuk mentaati hukum. Padahal ujian tersebut telah jelas melanggar undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Pelaksanaan ujian itu juga dinilai tidak efektif. Bahkan hanya akan merugikan siswa, karena kemampuan siswa tidak dapat diukur pemerintah melainkan oleh para gurunya sendiri. Selain itu, pelaksanaannya juga dianggap sebagai pemborosan kas negara. “Lebih baik pemerintah melengkapi fasilitas yang belum merata di setiap kabupaten/kota, biar kemampuan kami terus meningkat,” ujarnya.
Dia menilai pelaksanaannya selama ini sebagai bentuk pembodohan, karena kerap diwarnai dengan kecurangan. Akibatnya, evaluasi hasil belajar siswa terkesan dipaksakan dan tidak jelas. “Hasil belajar kami tiga tahun kalah hanya dengan ujian yang dilaksanakan tiga hari,” ujarnya.
Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Garut, Helmi Budiman mendukung aksi yang dilakukan para siswa tersebut. pihaknya pun sepakat pelaksanaan ujian nasional tidak dilaksakan di wilayahnya. “Kita akan menyampaikan aspirasi ini ke pemerintah pusat melalui prosedur yang telah ditetapkan,” ujarnya dihadapan para siswa.
Hal serupa pun diungkapkan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, Komar Mariuna. Bahkan pihaknya telah menyampaikan penolakakan ujian tersebut ke pemerintah. Namun untuk pelaksanaannya tergantung pemerintah pusat dan Menteri Pendidikan. “Saya sepakat UN dihapus, tapi kami sebagai aparat pemerintah hanya melaksanakan tugas saja,” ujarnya di Gedung dewan.
Menurutnya, UN tidak dapat digunakan sebagai standar kelulusan secara nasional. Karena, tidak semua kualitas pendidikan siswa di Indonesia merata. Pihaknya lebih sepakat bila ujian tersebut hanya berfungsi sebagai pemetaan kualitas pendidikan dan alat ukur kompetensi siswa. Meski begitu, Dirinya tetap meminta siswa dan guru agar melakukan persiapan ujian. Hal itu untuk mengantisipasi bilan ujian tersebut diberlakukan pemerintah pada tahun depan.
SIGIT ZULMUNIR