Dilarang Berjilbab, Pegawai Bank di Probolinggo Mengadu ke MUI
Senin, 7 Desember 2009 13:00 WIB
TEMPO Interaktif, Probolinggo - Seorang wanita pegawai PT BPR Angga Cabang Kota Probolinggo, Tanty Widjiastuti siang ini (7/12) mengadu kepada Ketua Majelis Ulama Kota Probolinggo, KH Romli Bakir karena dilarang mengenakan jilbab saat bekerja oleh pemilik perusahaan tersebut. Bahkan, ibu dua orang anak ini dipaksa untuk mengundurkan diri dari perusahaan yang kantornya berpusat di Kecamatan Leces Kabupaten Probolinggo.
Dengan didampingi sang suami, Dwi Santoso, wanita yang menjabat sebagai account officer di BPR ini menemui MUI Kota Probolinggo. Tanty bekerja di BPR ini sejak tahun 1995. Sejak awal, perusahaan tersebut memang melarang pegawainya untuk mengenakan jilbab.
Namun larangan tersebut tidak tertulis dan hanya secara lisan saja. Namun, pada akhir November kemarin, Tanty memutuskan untuk mengenakan jilbab saat bekerja. Pada awalnya, dia hanya mengenakannya sewaktu berangkat dan pulang kantor. Ketika berada di kantor, jilbab tersebut dilepas. Namun belakangan kemudian, Tanty mengenakan jilbabnya sewaktu bekarja melayani nasabah.
Hal ini mengundang teguran dari atasannya Kepala Cabang PT BPR Kota Probolinggo, Dwi Indrawati yang selanjutnya meminta Tanty untuk menghadap Angga Suryawijaya, selaku direktur utama sekaligus pemilik perusahaan itu. Ketika menemui Angga di rumahnya, Tanty ternyata diminta untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya apabila masih mengenakan jilbab sewaktu bekerja.
Kepada wartawan siang ini, Tanty mengatakan, dirinya kemudian membuat surat pengunduran diri seperti permintaan pemilik perusahaan. Menurut Tanty, permintaan pengunduran diri secara paksa tersebut karena perusahaan tidak memiliki Bank Syariah.
“Selain itu donatur perusahaan sebagian besar atau 90 persennya adalah non muslim. Padahal debitur perusahaan tersebut sebagian besar adalah muslim” kata wanita yang mengaku dibayar Rp 2,2 juta setiap bulannya ini.
Dia mengatakan kalau hal ini sudah merupakan bentuk pelecehan agama. Tanty sendiri mengaku tidak berharap lagi untuk bekerja kembali di BPR tersebut meskipun ada kebijakan dari perusahaan yang membolehkan dia mengenakan jilbabnya sewaktu bekerja. Dalam surat pengunduran diri yang dibuatnya yang telah disetujui oleh pemilik perusahaan, tersebut secara jelas pengunduran diri Tanty karena larangan berjilbab.
Ketua MUI Kota Probolinggo Romli Bakir menyesalkan persoalan ini. “Sudah menjadi kewajiban wanita muslim untuk menutupi aurat. Saya berharap perusahaan tidak melarang wanita muslim untuk mengenakan jilbab sewaktu bekerja,” katanya kepada wartawan. Terkait hal ini, dirinya akan membahasnya dalam rapat MUI pekan ini. “Sikap MUI akan diputuskan dalam rapat nanti,” kata Romli.
Sementara itu, Kepala Cabang PT BPR Angga Kota Probolinggo, Dwi Indrawati menolak memberikan keterangannya. “Saya sedang sakit,” katanya melalui sambungan telpon.
Pemilik perusahaan yang berdiri pada 1991, Angga Suryawijaya tidak bisa dikonfirmasi. Dia tidak berada di dua kantornya di Kota Probolinggo ketika Tempo berusaha untuk mengonfirmasi. “Bapak tidak ada di kantor,” kata petugas keamanan. Salah satu staf di kantornya juga tidak bersedia memberitahukan nomer telpon rumah Angga Suryawijaya kepada wartawan.
DAVID PRIYASIDHARTA