Persedian Beras Fitrah Menipis, Nasi Aking Jadi Pilihan

Reporter

Editor

Minggu, 4 Oktober 2009 11:43 WIB

TEMPO Interaktif, Cirebon - Musim kemarau, sejumlah warga di Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon kembali makan nasi aking. Membeli nasi aking dianggap lebih murah dibandingkan membeli beras.

Seperti diungkapkan Dasuki, warga RT 2 RW 2 Desa Pegagan Kidul, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon. "Sekarang saya dan keluarga sudah makan nasi aking," katanya. Nasi aking adalah nasi bekas yang sudah dikeringkan kemudian dimasak kembali. Nasi ini biasanya digunakan sebagai pakan ternak seperti itik.

Menurut Dasuki, penghasilannya sebagai tukang becak tidaklah mencukupi. "Paling tinggi sehari hanya dapat Rp 20 ribu mengayuh becak di Kota Cirebon," katanya. Uang sebesar itu harus dibagi-bagi. Rp 4 ribu untuk setor ke majikan, Rp 4 ribu untuk ongkos angkot dan Rp 5 ribu untuk makan saat mengayuh becak. "Jadi uang yang dibawa pulang tinggal Rp 6 atau Rp 7 ribu," katanya.

Uang sebesar itu tentu tidak cukup untuk membeli beras yang di pasar sudah mencapai Rp 5 ribu. "Dengan anak empat, sehari kami butuh sekitar 2 kg nasi," katanya. Karena tak sanggup membeli beras sebanyak itu, akhirnya diselang-seling. Kalau malam mereka masak nasi sebanyak 1 kg, sedangkan siang mereka masak aking sebanyak 1 kg.

Untuk aking, Dasuki mengaku tidak perlu membeli. "Saya dikasih sama pemilik rumah makan tempat biasa saya mangkal," katanya. Nasi bekas itu dicuci lalu dijemur sampai kering baru kemudian dimasak. "Lumayan bisa berhemat," katanya. Karena sisa uang yang tidak seberapa itu akan digunakan bekal anak-anaknya yang masih sekolah.

Advertising
Advertising

Saat musim penghujan, baik Dasuki dan istrinya bekerja sebagai buruh tani. "Kalau lagi tanam, penghasilan kami kalau digabung lumayan," katanya. Buruh tani laki-laki dapat Rp 25 ribu sehari sedangkan perempuan dapat Rp 15 ribu. "Tapi itu hanya kalau lagi tanam saja, kalau kemarau ya narik becak," katanya.

Hal senada diungkapkan Ibu Rumini, warga Rt 01 RW 02, Desa Pegagan Kidul, Kecamatan Kapetakan. "Anak saya tujuh, cucu saya empat," katanya. Mereka semua tinggal di dalam rumah gubuk beralaskan tanah dan beratap rumbia.

Anak tertua hanya sebagai tukang becak, sedangkan suaminya hanya sebagai angon bebek dan memelihara kambing tetangga. Dengan penghasilan tak menentu, Rumini mengaku tak bisa membeli beras.

Akhirnya untuk sehari-harinya, mereka pun makan nasi aking. Saat ditanyakan beras raskin, Rumini mengaku dapat 4,5 kg sebulan. "Saat itu baru kami bisa makan nasi bagus," katanya.

Ketua RT 01 RW 02 Desa Pegagan Kidul, Kecamatan Kapetakan, Casila mengakui jika sebagian besar warga di desanya dalam kondisi miskin. "ada sekitar 13 KK yang saat ini masih tinggal di gubuk kecil beralaskan tanah," katanya.

Total di wilayahnya ada 120 Kepala Keluar. "Sebagian besar hidup miskin," katanya. Mereka pun sebagian besar berprofesi sebagai buruh tani yang di musim kemarau ini kehilangan pekerjaan. "Atau beralih sebagai tukang becak atau buruh kasar lainnya," katanya.

Dengan penghasilan tak menentu, wajarlah jika akhirnya mereka makan nasi aking. Namun Casila mengungkapkan beberapa warga masih bisa makan nasi bagus karena masih memiliki persediaan usai panen dan beras zakat fitrah. "Tapi persediaan itu pun semakin menipis," katanya. Diperkirakan beberapa hari ke depan, semakin banyak warganya yang makan nasi aking jika kemarau semakin panjang.

Hal yang sama pun terlihat di Desa Dukuh, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon. Seperti diungkapkan Hatita. "Beli nasi aking lebih murah daripada beras," katanya. Nasi aking dibeli di pasar seharga Rp 2.500 per kilogram, sedangkan beras lebih dari Rp 5 ribu per kilogram.

Saat ini diakui Hatita, keluarganya masih memiliki persediaan beras untuk empat hari ke depan. "Beras itu berasal dari zakat fitrah," katanya. Untuk berhemat, akhirnya makannya pun diselang-seling. Malam makan nasi biasa, siangnya makan nasi aking, atau sebaliknya. "Kalau tidak begitu, persediaan beras fitrah cepat habis," katanya.

Apalagi saat ini sumur milik mereka sudah kering. "Airnya terasa asin," katanya. Akhirnya untuk minum mereka harus beli air dari tukang keliling air seharga Rp 500,00 setiap jerigen. "Sehari bisa 2-3 jerigen air untuk minum saja. Sedangkan untuk mandi pakai air sumur saja," katanya.


IVANSYAH

Berita terkait

Kominfo Siapkan Jaringan dalam World Water Forum, Harapkan Solusi Pengelolaan Air

42 hari lalu

Kominfo Siapkan Jaringan dalam World Water Forum, Harapkan Solusi Pengelolaan Air

Kominfo bertugas memastikan jaringan telekomunikasi di Forum Air Sedunia pada 18-25 Mei 2024 di Bali.

Baca Selengkapnya

Kajian Peneliti BRIN Ihwal Kekeringan Ekstrem di Kalimantan, Greenpeace: Dipicu Deforestasi

48 hari lalu

Kajian Peneliti BRIN Ihwal Kekeringan Ekstrem di Kalimantan, Greenpeace: Dipicu Deforestasi

Wilayah yang paling terdampak risiko kekeringan ekstrem, adalah Ibu Kota Negara atau Nusantara.

Baca Selengkapnya

Tentang Musim Kemarau yang Menjelang, BMKG: Mundur dan Lebih Basah di Banyak Wilayah

52 hari lalu

Tentang Musim Kemarau yang Menjelang, BMKG: Mundur dan Lebih Basah di Banyak Wilayah

Menurut BMKG, El Nino akan segera menuju netral pada periode Mei-Juni-Juli dan setelah triwulan ketiga berpotensi digantikan La Nina.

Baca Selengkapnya

Imbas Banjir dan Longsor, 874 Hektare Sawah di Jawa Barat Gagal Panen

54 hari lalu

Imbas Banjir dan Longsor, 874 Hektare Sawah di Jawa Barat Gagal Panen

Bencana akibat krisis iklim membuat 874 Ha sawah di Jawa Barat gagal panen pada musim tanam 2023/2024. Lahan tergerus banjir, kering, dan longsor.

Baca Selengkapnya

Destinasi Liburan di Spanyol Ini Terancam Mengalami Kekeringan

2 Maret 2024

Destinasi Liburan di Spanyol Ini Terancam Mengalami Kekeringan

Kepulauan Canary, khususnya Pulau Tenerife, di Spanyol menghadapi kekeringan parah yang semakin memburuk,

Baca Selengkapnya

Selain Indonesia, Ini Daftar Negara Lain yang Masih Alami El Nino

29 Februari 2024

Selain Indonesia, Ini Daftar Negara Lain yang Masih Alami El Nino

Berbagai pihak menyebut fenomena El Nino masih akan berlanjut. Berikut ini daftar negara yang masih mengalami El Nino, selain Indonesia.

Baca Selengkapnya

Meski El Nino Melemah, Tren Bulan-bulan Terpanas Tak Patah di Januari 2024

8 Februari 2024

Meski El Nino Melemah, Tren Bulan-bulan Terpanas Tak Patah di Januari 2024

Walau fenomena El Nino sudah melemah, peningkatan suhu permukaan laut global masih tercatat tinggi dan melampaui rekor global.

Baca Selengkapnya

Jokowi Beri Bantuan Rp 8 Juta per Hektare ke Petani Korban El Nino, Begini Penjelasan BNPB

24 Januari 2024

Jokowi Beri Bantuan Rp 8 Juta per Hektare ke Petani Korban El Nino, Begini Penjelasan BNPB

BNPB memberi penjelasan soal bantuan Jokowi sebesar Rp 8 juta per hektare yang diberikan untuk petani terdampak banjir dan El Nino.

Baca Selengkapnya

BMKG Prediksi 5 Wilayah Indonesia Kekeringan di 2024 akibat Curah Hujan Rendah

5 Januari 2024

BMKG Prediksi 5 Wilayah Indonesia Kekeringan di 2024 akibat Curah Hujan Rendah

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika atau BMKG memprediksi di tahun 2024 curah hujan berada di kondisi normal.

Baca Selengkapnya

Kajian Save the Children, Kekeringan dan Rawan Pangan Ancam Anak di Indonesia Timur

22 Desember 2023

Kajian Save the Children, Kekeringan dan Rawan Pangan Ancam Anak di Indonesia Timur

Banyak anak di daerah yang terdampak itu mengalami infeksi saluran pernapasan akut selama kekeringan berkepanjangan.

Baca Selengkapnya