TEMPO Interaktif, Jakarta:Umat Khonghucu di Indonesia minta agar perlakuan diskriminatif yang mereka terima dalam hal mendapatkan hak-hak sipilnya dihentikan. Secara legal formal kita tidak ada masalah, tapi di lapangan kendala itu masih banyak terjadi, kata Ketua Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia Budi Santoso Tanuwibowo, usai melakukan audiensi dengan Wakil Presiden Hamzah di Istana Wakil Presiden, Jakarta, selasa (28/1). Menurut data Majelis Tinggi Agama Khonghucu, umatnya yang jumlahnya berkisar 1,5 juta hingga 2 juta orang ini masih kerap mendapat kendala dalam hal pencantuman agama di kartu tanda penduduk, pencatatan perkawinan di catatan sipil, dan pendidikan agama di sekolah umum. Budi juga menyebut Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SKBRI) yang dipersyaratkan bagi warga keturunan Tionghoa sebagai salah satu perlakuan yang tidak adil terhadap warga negara di negerinya sendiri. Bisa saja itu berarti kami hebat, tapi juga adalah belenggu karena kami dipaksa melakukan sesuatu yang tidak perlu, ujar Budi. Pemberlakuan itu, menurutnya, membuat pihaknya merasa sebagai warga negara kelas dua sehingga kesulitan memiliki komitmen yang kuat terhadap bangsanya. Budi mengharapkan agar perlakuan tidak adil terhadap kaumnya bisa segera diakhiri. Semua soal ini disampaikannya kepada Wakil Presiden. Dalam acara itu, kata Budi, Wakil Presiden berjanji untuk mengambil langkah-langkah penyelesaian melalui jalur-jalur resmi. Kehadiran rombongan majelis itu di Istana Wakil Presiden juga untuk mengundang Wapres ke acara puncak Tahun Baru Imlek yang akan diselenggarakan di gedung Balai Sudirman, Jakarta, 6 Februari mendatang. Akan tetapi, Wapres dipastikan takkan hadir dalam kesempatan itu karena masih menunaikan ibadah haji. Sementara Presiden Megawati Sukarnoputri dipastikan akan hadir, disertai pimpinan lembaga-lembaga tinggi negara dan pemimpin agama di Indonesia. Perayaan puncak hari raya Imlek ini sendiri adalah yang keempat kalinya sejak Orde Baru runtuh. Sebelumnya agama Khonghucu tidak diakui keberadaannya oleh pemerintahan Orde Baru dan dilegalisasi melalui Inpres Nomor 14 Tahun 1967. Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid kemudian menganulir perlakukan diskriminatif itu dengan mengeluarkan Keppres Nomor 6 Tahun 2000. Sementara Presiden Megawati Sukarnoputri menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional pada perayaan Imlek 17 Februari 2002. (Deddy Sinaga-Tempo News Room
Berita terkait
Taman Doa Our Lady of Akita PIK 2 Resmi Dioperasikan, Jadi Destinasi Wisata Rohani
15 menit lalu
Taman Doa Our Lady of Akita PIK 2 Resmi Dioperasikan, Jadi Destinasi Wisata Rohani
Taman doa yang berlokasi di Kawasan Osaka PIK 2 yang menjadi destinasi wisata rohani ini di desain sama persis dengan gereja aslinya di Akita, Jepang.
Penghargaan ini merupakan bentuk apresiasi atas kepatuhan dan peran aktif mitra Ditjen PKRL dalam penyelenggaraan KKPRL sekaligus sebagai wujud nyata dukungan terhadap keberlanjutan pemanfaatan ruang laut.