TEMPO Interaktif, Jakarta: Ketua Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN), Soetrisno, mengatakan kasus kematian siswa STPDN pada 3 September 2003 terjadi bukan dalam acara lembaga. Kejadian yang berlangsung sekitar pukul 24.30 WIB ini, diluar jangkauan pengawasan lembaga. Ia menolak anggapan, pendidikan di STPDN lebih mengarah pada militerik dan kekerasan. “Tidak ada kegiatan yang mengarah ke sana,” kata Soetrisno, dalam rapat dengan Komisi Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat di gedung MPR/DPR Jakarta, Rabu (17/9). Dalam paparan awalnya, Soetrisno yang mengenakan seragam coklat, meminta waktu kepada ketua rapat Heri Akhmadi, untuk mengutarakan latar belakang serta sejarah STPDN. Namun, Heri justru meminta Soetrisno untuk segera menjawab persoalan kasus kematian Wahyu Hidayat, menyusul siswa baru, Aditya Buana, yang masuk ke rumah sakit pada 8 September lalu. Spontan Soetrisno menjawab, “siap pak.” Kasus kematian siswa di STPDN ini, lanjut Soetrisno, betul-betul diluar keinginannya. “Sungguh sebagai orang tua kamilah yang paling menyesali,” katanya. Mengenai pemberitaan adanya siswa yang masuk ke rumah sakit, Soetrisno mengatakan, bahwa Aditya Buana masuk ke rumah sakit karena penyesuaian atas perubahan cuaca, iklim dan lingkungan. Menurut Soetrisno, Aditya Buana, demam karena kemungkinan kurang minum. “Sama sekali tidak ada kaitannya dengan masalah acara orientasi studi dan pengenalan kampus,” katanya. STPDN sebenarnya sudah tidak mengenal ospek sejak tiga tahun lalu. Menurutnya, mekanisme pendidikan mahasiswa baru adalah melalui pekan pengenalan kehidupan kampus dan akademi. Yandi - Tempo News Room
Berita terkait
37 Penyandang Disabilitas Ikut Rekrutmen Bintara Polri Tahun Ini
2 menit lalu
37 Penyandang Disabilitas Ikut Rekrutmen Bintara Polri Tahun Ini
Jumlah penyandang disabilitas yang mendaftar rekrutmen Bintara Polri meningkat