YLKI: Fatwa Haram Rokok Perlu Didukung Undang-Undang
Selasa, 27 Januari 2009 17:43 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Fatwa haram Majelis Ulama Indonesia terhadap rokok dinilai tidak akan berlaku efektif tanpa adanya dukungan pemerintah. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menyatakan pemerintah seharusnya mendukung dengan membuat aturan perundang-undangan.
"Tergantung dukungan pemerintah, fatwa MUI hanya dukungan moral, bukan hukum positif," kata Anggota Harian YLKI, Tulus Abadi, saat dihubungi, Selasa (27/01).
Tulus meminta pemerintah segera meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control dan meminta DPR segera membahas Rancangan Undang-Undang Anti-Tembakau.
Sebelumnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Padang Panjang, Sumatera Barat, menetapkan rokok haram dilakukan di tempat umum, oleh wanita hamil, dan anak-anak.
Menurut Tulus, fatwa tersebut cukup strategis mengingat industri rokok mengincar target pasar remaja dan anak-anak. Namun, ia juga mengaku ragu fatwa tersebut dapat dilaksanakan oleh seluruh masyarakat muslim.
Tulus merujuk pada fatwa MUI tentang bunga bank, meski sudah diharamkan, tetapi masyarakat tetap menyetor tabungannya ke bank. "Fatwa haram rokok belum tentu dipatuhi langsung oleh umat, apalagi tidak ada regulasi," kata dia.
Fatwa MUI itu, menurutnya, seharusnya menjadi rujukan bagi pemerintah dalam membuat peraturan. Namun, jika MUI yang seharusnya menjadi pertimbangan moral tidak diikuti, Tulus pun mempertanyakan rujukan moral pemerintah.
Hal senada disampaikan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak. Selain segera meratifikasi FCTC dan segera mengesahkan undang-undang, pemerintah juga diminta segera melarang seluruh iklan, promosi, dan sponsor rokok.
Fatwa MUI menunjukkan pentingnya perlindungan kepada masyarakat dari bahaya rokok, seperti bahaya kesehatan, ancaman kematian, ancaman pemiskinan, dan mencegah perokok pemula, yakni anak-anak.
"Komisi Nasional Perlindungan Anak memandang fatwa tersebut sebagai fatwa perlindungan bagi kelompok yang paling rentan," kata Ketua Komisi Seto Mulyadi dalam siaran persnya.
AQIDA SWAMURTI