Bupati Sujud Pribadi mengatakan pembangunan ruangan khusus perokok dibiayai dari sebagian dana bagi hasil cukai rokok yang diterima Kabupaten Malang sebesar Rp 5,2 miliar.
Ketiga ruang dikerjakan Dinas Lingkungan Hidup. Tiap ruang dianggarkan Rp 95 juta dan diharapkan selesai pada Desember nanti. Ketiga ruangan dilengkapi dengan mesin penghisap asap rokok, televisi, dan kursi sofa tahan api. “Menurut saya wajar ruangan itu terkesan mewah karena fasilitas itu memang harus ada agar asap rokok tidak menganggu orang lain. Biar mereka (perokok) betah disana (ruang perokok),” ujarnya kepada Tempo, Jumat (21/11).
Sujud mengatakan belum waktunya peraturan daerah antirokok dibuat. Sulit bagi pihaknya melarang orang untuk merokok karena uang yang dipakai untuk membeli rokok berasal dari kantong perokok, terlebih ribuan warga Kabupaten Malang terserap dalam industri rokok.
“Pembangunan ruang itu tentu belum maksimal, tapi secara realistis, kami pelan-pelan bisa meminimalisasi aktivitas para perokok, termasuk pegawai kami, yang punya kebiasaan merokok di tempat umum dan ruang kerja,” kata bupati yang tidak merokok ini.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Malang Sanusi menyambut baik pembangunan ruangan khusus perokok di kantornya. Ruangan perokok di gedung Dewan berukuran 18 meter persegi, berkaca, dan sengaja didesain agar anggota Dewan masih bisa mengikuti kegiatan sidang.
Lantaran itulah, di dalam ruang disediakan perangkat pengeras suara bagi anggota Dewan yang ingin menyampaikan pendapat dalam sidang.
Secara terpisah, Purnawan Dwikora Negara, tokoh Wahana Lingkungan Hidup Jawa Timur, mengatakan bahwa dalam perspektif kesehatan lingkungan, tindakan Pemerintah Kabupaten Malang membangun tiga ruangan khusus perokok patut dihargai. “Itu baik dari perspektif lingkungan dan kesehatan asal itu bukan tindakan sporadis, atau hanya menjadi proyek yang tidak berkelanjutan dan tanpa pengawasan. Jangan sampai tindakan itu jadi lips service saja,” kata Purnawan.
Namun Purnawan, mengingatkan, Pemerintah Kabupaten Malang tidak perlu demonstratif menindaklanjuti tindakan mereka dengan membuat peraturan daerah antirokok. Tapi sebaiknya perlu memperbanyak tempat-tempat khusus bagi perokok terutama di ruang-ruang pendidikan dan ruang publik.
“Sebab, tanpa perda antirokok pun, sesungguhnya sudah ada peraturan pemerintah yang, secara hirarki, lebih tinggi kedudukannya dari perda itu,” tuturnya. Peraturan yang dimaksud Purnawan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, khususnya pasal 22 yang dengan tegas melarang merokok di tempat umum.
Abdi Purmono