Rencana Kenaikan Tarif Rumah Sakit di Jawa Tengah Ditentang
Kamis, 23 Oktober 2008 13:55 WIB
TEMPO Interaktif, Semarang: Ketua Program Magister Hukum Kesehatan Unika Soegijapranata Semarang, Prof Dr Agnes Widanti, meminta masyarakat bersatu dan berkumpul untuk menentang rencana kenaikan tarif rumah sakit di Jawa Tengah. "Dengan perkumpulan dan gerakan masyarakat maka bisa menjadi jalan untuk mengajukan 'class action' dalam rangka menentang kenaikan tarif rumah sakit," kata Agnes kepada Tempo di Semarang, Kamis (23/10).
Class action tersebut bisa diajukan ke pengadilan dengan alasan kenaikan tarif rumah sakit akan semakin memberatkan beban masyarakat. "Rumah sakit harusnya memberikan pelayanan, bukan untuk mencari keuntungan," katanya. Selain itu, kata Agnes, pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi warga masyarakat, tanpa memandang masyarakat tersebut pejabat atau bukan.
Agnes menggarisbawahi bahwa kelompok yang mengajukan class action adalah masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat yang selama ini peka dan memiliki kepedulian terhadap jaminan kesehatan warga miskin. "Ini pilihan yang strategis," katanya.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah akan menaikkan tarif rumah sakit di wilayah tersebut. Saat ini, peraturan daerah tentang tarif rumah sakit sedang diajukan ke Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan persetujuan.
Selain itu, sejumlah rumah sakit milik kabupaten/kota, seperti Rumah Sakit Ketileng Kota Semarang, juga berencana menaikkan tarif. Alasannya, saat ini harga berbagai kebutuhan sudah naik.
Agnes menyatakan kenaikan tarif rumah sakit di Jawa Tengah akan membuat beban masyarakat semakin berat. "Masyarakat yang paling bawah yang akan menjadi korban karena kesehatannya nggak bisa dijamin," ujarnya.
Dalam penilaian Agnes, program jaminan kesehatan warga miskin yang dijalankan pemerintah saat ini belum bisa berjalan dengan lancar dan baik.
Agnes tidak percaya dengan yang selama ini dikatakan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari bahwa biaya kesehatan sedikit demi sedikit akan lebih murah dan ringan. Menurut Agnes, kenyataan di lapangan menunjukkan harga obat dan dokter semakin mahal.
"Itu (yang dikatakan menteri kesehatan) hanya embel-embel saja," kata Agnes. Warga miskin juga semakin sulit karena pelayanan yang didapatkan sangat berbeda dengan orang kaya. "Diskriminasi lagi," ujarnya.
Agnes menyatakan seharusnya pemerintah tidak membebankan biaya kesehatan yang besar kepada masyarakat bawah. Saat ini, kata dia, pemerintah justru terbalik dalam membebankan kenaikan tarif rumah sakit, yakni prosentase kenaikan tarif rumah sakit kelas utama hanya sedikit tapi yang kelas III (untuk warga miskin) kenaikannya ada yang mencapai 400 persen.
Seharusnya, kata Agnes, pemerintah perlu membuat subsidi silang secara proposional antara pasien warga miskin dengan orang kaya. Caranya, kata dia, yang kelas atas dinaikan tapi yang kelas untuk warga miskin jangan sampai dinaikan.
Rofiuddin