TEMPO Interaktif, JEMBER:Sebanyak 10.800 ton gula hasil produksi Pabrik Gula (PG) Semboro, Jember, Jawa Timur, tidak laku dijual dan menumpuk di gudang pabrik. Gula tersebut merupakan hasil giling tebu panenan petani tahun 2008.Adimistratur PG Semboro, Suhardi, menjelaskan puluhan ribu ton gula itu tak bisa dipasarkan akibat tersaingi gula rafinasi yang hingga saat ini masih marak di pasaran. PG Semboro yang biasanya bisa mendistribusikan 3.000 ton perhari, kini hanya sekitar 1.000 ton saja.Suhardi mengatakan kondisi ini mengancam kelanjutan PG Senboro. Daya tahan gula yang disimpan di gudang hanya sebatas setahun. Jika tetap tidak bisa dijual akan rusak. Selain mengalami kerugian, PG Semboro tidak mungkin terus melakukan penggilingan.Saat ini saja, PG Semboro hanya memproduksi gula 4.500 kuintal gula perhari. Padahal, masih ada 650 hektar tebu milik petani yang belum ditebang dan akan digiling. Kami bingung menghadapi situasi yang serba sulit ini, katanya kepada Tempo, Jumat (29/8).Suhardi menjelaskan pula, sedang mengkalkulasi kerugian pabrik. Ia mengatakan jika kondisi pasar nasional dan lokal masih dipenuhi gula rafinasi, bisa dipastikan dalam dua bulan mendatang PG Semboro tidak bisa beroperasi lagi. Kami sangat khawatir karena 49 ribu karyawan kami akan menganggur, dan pabrik terancam bangkrut," katanya.Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Arum Sabil, mengatakan jumlah produksi dari 5 pabrik Gula rafinasi di Indonesia tahun ini sebesar 1,8 juta ton. Sementara, pemerintah juga memberikan ijin impor gula rafinasi kepada pabrik makanan dan minuman yang kini mecapai 800 ribu ton. Mestinya, pabrik makanan dan minuman itu cukup membeli gula rafinasi dari pabrik gula rafinasi yang ada di Indonesia, tanpa diberi ijin impor. "Akibatnya, petani tebu yang sengsara dan terancam kebangkrutan secara massal," katanya. MAHBUB DJUNAIDY