TEMPO Interaktif, Jakarta:Direktur Perjanjian Politik Keamanan Wilayah Internasional Departemen Luar Negeri Arif Havaz Oegroseno mengatakan, pemulangan Mas Selamat bin Kastari harus dengan perjanjian ekstradisi. ”Jika Kastari ditangkap di Indonesia, pemulangan harus melalui ekstradisi,” ujar Arif kepada TEMPO yang menghubunginya pada Jumat (29/2). Pemerintah Singapura kemarin menggelar pencarian besar-besaran guna meringkus Mas Selamat Kastari, 47 tahun, yang disebut-sebut sebagai pemimpin Jemaah Islamiah di Singapura. Ia kabur dari Kamp Tahanan Whitley pada Rabu lalu. Kastari ditahan sejak 2006 berdasarkan akta pertahanan Singapura (ISA) karena diduga menjadi otak rencana pembajakan pesawat yang akan ditabrakan ke Bandar Udara Internasional Changi pada 2001. Kepolisian Singapura meminta aparat kepolisian Provinsi Kepulauan Riau dan Batam untuk memperketat pintu masuk di pelabuhan. Maklum Kastari mula-mula ditahan karena pelanggaran imigrasi di Indonesia pada 2003 setelah dilaporkan lari dari Singapura. Pada 2003 Kastari ditangkap aparat Indonesia di Pulau Bintan. Pengadilan memberi Kastari vonis hukuman 18 bulan tahanan karena pelanggaran keimigrasian. Setelah dibebaskan Kastari kembali ditangkap aparat di suatu daerah di Jawa Tengah pada Januari 2006. Dia lalu diekstradisi ke Singapura. Arif mengatakan, Departemen Luar Negeri sudah mengantisipasi bahwa salah satu tindak pidana yang harus melalui perjanjian ekstradisi adalah tindak pidana terorisme. Interpol dalam situs website-nya telah mengeluarkan orange notice untuk menangkap Kastari. Menurut Arif, meski dengan orange notice, pemulangan tetap melalui perjanjian ekstradisi. Sukma NL