TEMPO Interaktif, Jakarta:Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Adnan Buyung Nasution menyatakan sebenarnya hanya butuh waktu sehari atau 1 kali 24 jam untuk mengadili penguasa Orde Baru Soeharto."Setelah pidananya di sidangkan, baru bicara diampuni atau tidak," kata Adnan seusai bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden Rabu (16/1). Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung, kata Adnan, sejatinya bisa melakukan hal itu.Sidang bisa digelar tanpa perlu menghadirkan Soeharto, tapi ini berbeda dengan peradilan in absentia. Yang dibutuhkan dalam hal ini adalah niat kuat Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung untuk membuat terobosan sidang semacam itu. "Sidang tanpa menghadirkan terdakwa karena sakit. Ini bukan in absentia. Yang penting butuh keyakinan dan alat bukti," kata dia.Baru setelah sidang, kata Buyung, bicara masalah pengampunan kalau supaya Soeharto meninggal dengan iklas dan tanpa beban. "Kalau sekarang kan tidak mungkin bicara pengampunan, kalau sidang belum selesai," ujar dia.Perihal Surat Keterangan Penghentian Penyidikan Perkara Soeharto, kata Adnan, itu bisa dicabut. Ia beralasan, keputusan itu dikeluarkan bukan untuk menghentikan perkaranya, tetapi penghetian sidangnya, karena terdakwa Soeharto sakit. "Ini untuk mengembangkan kasus ini, supaya tidak berhenti di sini."Buyung menyatakan dia sudah membicarakan perihal ini kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Presiden juga sudah dimintanya untuk tidak mengampuni Soeharto sebelum sidang selesai. "Presiden kalau melakukan ini, bisa terancam impeachment."Buyung juga mengkritik keras pernyataan Amien Rais yang meminta pemerintah memaafkan Soeharto. Amien dinilai tidak konsisten menggulirkan reformasi yang diusungnya. "Saya tantang debat Amien Rais soal ini," kata dia.Perihal penyelesian kasus perdata Soeharto, ujar Buyung, hal itu memang bisa diselesaikan di luar pengadilan. Namun syaratnya semua aset dan kekayaan yang seharusnya milik negara dikembalikan. "Mereka kan justru yang meminta, kenapa belakangan menolak? Seolah-olah ini kan gagah-gagahan," kata dia. Anton Aprianto