TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menjalin kerjasama dengan Pengurus Besar Nahdatul Ulama tentang Gerakan Revolusi Mental. Penandatanganan nota kesepahaman itu dilakukan oleh Menteri PMK Puan Maharani dengan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj di Auditorium PBNU, Jakarta Pusat, Rabu, 3 Mei 2017.
Gerakan Revolusi Mental yang diwacanakan oleh pemerintah sebagai bagian upaya untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai tindak lanjut di lapangan, Kementerian PMK dan PBNU akan membentuk tim kecil.
Baca: Ketua PBNU: Lebih Ringan Pornografi Dibanding Radikalisme
Nota kesepahaman Kementerian PMK dan PBNU itu bertema “Pembangunan Karakter Mental Bangsa Menuju Indonesia yang Berdaulat, Bermartabat, Berketahanan, Mandiri, dan Berkepribadian.”
Adapun poin penting isi kerjasama itu meliputi tiga poin. Pertama, merupakan tindak lanjut Inpres Nomor 12 tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Kedua, sinergi dalam program pembangunan manusia antara pemerintah , dalam hal ini Kementerian PMK dengan PBNU. Adapun ketiga untuk meningkatkan kualitas pembangunan manusia.
Saat ini PBNU sedang melaksanakan program madrasah kader NU di beberapa provinsi dengan tujuan membangun pemahaman agama yang moderat, dapat menerima keberagaman, toleransi yang berwawasan kebangsaan.
Simak: Prihatin Kondisi Bangsa, NU Jawa Timur Gelar Istighosah Kubro
“Nahdatul Ulama dan para ulama di berbagai pelosok negeri telah memiliki komitmen untuk menjaga NKRI., Ulama juga memberikan pendalaman jati diri bangsa dan sesuai dengan watak keindonesian," kata Said.
Menurut Said, NU tetap konsisten mempertahankan NKRI dan keberagaman. Sebab di dalam tubuh NU, kata dia, sesungguhnya sudah dimulai upaya membangun karakter bangsa lewat peran para kiai yang tersebar diberbagai kampung.
Said berujar NU tetap menolak paham radikal. "NU akan selalu menjadi garda terdepan untuk menjalankan program pemerintah dengan gerakan revolusi mental," ucap Said.
MURDINSAH | KSW