TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mengapresiasi putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang mencabut hak politik Irman Gusman. Mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah itu dinyatakan terbukti bersalah menerima suap dan dihukum 4,5 tahun penjara.
"Kami apresiasi pengadilan yang mulai menetapkan kembali hukuman tambahan pencabutan hak politik," kata Juru bicara KPK Febri Diansyah di kantornya, Senin, 20 Februari 2017.
Adapun Irman divonis 4 tahun dan 6 bulan penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah menjalani pidana pokoknya karena dinilai terbukti menerima suap.
Baca juga:
Divonis Hakim 4,5 Tahun Penjara, Irman Gusman: Ini Berat
Terbukti Terima Suap, Irman Gusman Dihukum 4,5 Tahun
Febri mengatakan selama ini pencabutan hak politik tidak pernah dilakukan oleh hakim pada pengadilan tingkat pertama. Biasanya, pencabutan hak politik dilakukan oleh hakim di tingkat banding atau kasasi.
"Semoga ini bisa diterapkan secara konsisten terutama terhadap terdakwa yang berasal dari politik," kata Febri. KPK mendukung pencabutan hak politik terpidana koruptor agar mengurangi pejabat publik yang memiliki latar belakang bermasalah.
Febri juga berharap adanya hukuman pencabutan hak politik bisa membuat pejabat negara lebih mempertanggungjawabkan amanatnya. "Jika melakukan korupsi artinya menyalahgunakan kepercayaan publik yang memilih yang bersangkutan," katanya.
Sementara itu, terkait pencabutan hak politik, Irman mengaku menghormati putusan hakim tersebut. Irman pun masih butuh 7 hari untuk berpikir sebelum menyatakan menerima atau mengajukan banding terhadap putusan itu. Sedangkan penasihat hukum Irman, Maqdir Ismail tidak setuju dengan pencabutan hak politik yang diputuskan oleh hakim.
"Pencabutan hak politik ini hakim sudah memutuskan, meskipun dalam pembelaan kami tidak setuju dengan pencabutan hak politik. Sebab dari ketentuan UU itu hak yang bisa dicabut itu adalah hak-hak tertentu yang bisa diberikan pemerintah. Hak politik itu bukan hak yang bisa diberikan pemerintah. Itu prinsip dasarnya," tutur Maqdir.
MAYA AYU PUSPITASARI | ANTARA