TEMPO.CO, Pekanbaru - Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo Darmanto mengatakan luas hutan alam di kawasan Tesso Nilo, Riau, tinggal tersisa 23 ribu hektare. Lahan itu terus menyusut akibat ulah perambahan ilegal.
Padahal, kata dia, pada 2014 pemerintah menetapkan luas lahan taman nasional harus 81.791 hektare. "Perambahan ilegal dilakukan secara masif oleh masyarakat," kata Darmanto, Jumat, 19 Agustus 2016.
Menurut Darmanto sekitar 4.000 keluarga menduduki hutan negara tersebut secara ilegal. Dari lahan tersisa 23 ribu hektare, ujar Darmanto, 20 ribu hektare di antaranya sudah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit. Sisanya berupa semak belukar yang ditumbuhi pohon-pohon kecil. "Kebanyakan perambah berasal dari Pulau Jawa dan Sumatera Utara," ucapnya.
Darmanto menambahkan, kondisi tersebut sudah sangat mengkhawatirkan, mengingat semakin sempitnya luasan hutan alam akibat perkebunan kelapa sawit ilegal di lahan konservasi.
Untuk itu, kata Darmanto, Balai Taman Nasional Tesso Nilo bakal melakukan reformasi perencanaan dengan mereboisasi kawasan yang telah rusak akibat perambahan. "Kami akan menanami benih pohon hutan di sepanjang lahan yang rusak," katanya.
Petugas patroli, dia menambahkan, telah melakukan ekspedisi dua kali dalam sebulan untuk mencegah terjadinya perambahan liar. Soal 4.000 warga yang menduduki lahan, Darmanto mengaku segera berkoordinasi dengan pemerintah daerah, TNI, dan kepolisian. Pihaknya juga akan membahas persoalan 20 ribu hektare sawit ilegal yang saat ini berada di atas lahan negara tersebut.
RIYAN NOFITRA