TEMPO.CO, Jakarta - Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan sedikitnya 72 jaringan mafia narkoba berada di Indonesia. "Kalau nama Freddy (Budiman) dibandingkan dengan mafia lain, itu belum apa-apa," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat BNN Komisaris Besar Slamet Pribadi dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 6 Agustus 2016.
Slamet menjelaskan, sosok gembong narkoba, Freddy Budiman, bukan pemain besar dalam bisnis narkoba di Indonesia. Menurut dia, masih banyak gembong lain yang jauh lebih besar ketimbang Freddy. Hal ini karena Freddy hanya kepanjangan tangan dari seseorang.
Menurut Slamet, saat ini sebagian besar mafia narkoba telah ditangkap. Tapi masih ada beberapa orang dalam jaringan mafia yang masih bebas berkeliaran. BNN perlu bukti untuk menangkap mereka. Sebab, biasanya, ucap dia, orang tersebut memakai kaki tangan.
Baca: Soal Pencabutan CCTV Freddy Budiman, Begini Jawaban BNN
Slamet menuturkan satu di antara pemain besar yang sudah ditangkap di Indonesia adalah Chandra Halim alias Akiong. Nama Akiong disebut-sebut memiliki akses khusus ke Tiongkok untuk membeli narkoba. Menurut Slamet, dia adalah terpidana mati dan saat ini masih berada di dalam penjara.
Akiong, 42 tahun, berasal dari Pontianak dan ditangkap kepolisian bersama Freddy. Menurut dia, Akiong punya akses ke Tiongkok dan mengetahui keberadaan perusahaan sabu-sabu di Cina. Dia secara langsung bisa melakukan transaksi dengan bandar asal Tiongkok, Wang Chang Su, warga negara Hong Kong pemodal sekaligus bos dari Freddy Budiman dan Akiong.
Freddy sendiri ditangkap setelah terbukti mengimpor 1,4 juta butir ekstasi pada Mei 2012. Dia mengirim paket ekstasi asal Cina itu ke Institusi Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI. Ekstasi yang dikirim melalui jalur laut ini berasal dari Pelabuhan Lianyungan, Shenzhen, Cina, dengan tujuan Jakarta. Freddy mengkau mengeluarkan uang Rp 400 miliar untuk belanja ekstasi tersebut. Dia dieksekusi mati oleh Kejaksaan Agung pekan lalu.
Baca: Istana Sindir Haris Azhar Soal Testimoni Freddy Budiman
Sebelum dieksekusi mati, rupanya Freddy pernah menceritakan mengenai keterlibatan pejabat kepolisian dan BNN dalam jaringan narkobanya. Cerita Freddy ini diungkapkan kordinator Kontras, Haris Azhar.
Namun mantan Deputi Bidang Pemberantasan BNN Purnawirawan Inspektur Jenderal Benny Mamoto meragukan keterangan Freddy bahwa ada anggota BNN yang diajak pergi ke Cina. Sebab, dia mengaku tak pernah menugaskan penyidiknya berangkat ke Cina bersama Freddy. "Soalnya Freddy tak punya koneksi di sana," ujarnya.
Baca:BNN: Tuduhan Freddy Lebih Fair Ditangani Tim Independen
Benny Mamoto justru mengkritik Harris yang baru membeberkan informasi itu setelah Freddy dieksekusi. Ia menyarankan, informasi semacam itu disampaikan minimal sepekan sebelum eksekusi. Jadi, tutur dia, BNN dan kepolisian bisa menyelidiki, termasuk meminta keterangan Freddy.
AVIT HIDAYAT