TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan Presiden Joko Widodo meminta bawahannya mengaudit alat utama sistem persenjataan (alutsista), khususnya industri strategis pertahanan. Presiden, kata Pramono, ingin audit dilakukan dalam waktu tiga-lima bulan ke depan.
"Kami ingin tahu peralatan apa yang sudah dibeli dan ternyata tidak bisa dimanfaatkan," kata dia di kantor Presiden, Jakarta, Rabu, 20 Juli 2016. Selain itu, audit bertujuan mengetahui kebutuhan alutsista Indonesia ke depan.
Pramono menjelaskan, dalam rapat terbatas tentang pengadaan alutsista, ada tiga hal yang menjadi perhatian. Selain soal audit, pemerintah akan menyiapkan strategi pertahanan nasional untuk 5-10 tahun ke depan.
Berikutnya ialah membuat peta jalan atau perencanaan yang jelas mengenai kebutuhan alutsista, khususnya produksi dalam negeri. Pasalnya, kata Pramono, ada produk domestik dari PT Pindad, misalnya, yang juga dipakai negara lain. Terakhir, nantinya pembelian
alutsista harus dilakukan berdasarkan kebutuhan agar bisa dipakai.
Direktur Utama PT Pindad (Persero) Silmy Karim mengatakan keinginan Presiden ialah agar alutsista buatan dalam negeri bisa berkembang dan mengglobal. Presiden tidak ingin bila dalam negeri bisa memproduksi tapi yang dipilih malah impor.
"Dari luar negeri, kan, ada agen, broker. Beliau mewanti-wanti untuk menghindari ini. Harus transparan," ucapnya.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menuturkan pengadaan alutsista tidak melibatkan broker. "Zaman saya sudah tidak ada. Sudah government to government," katanya. Sedangkan, untuk total anggaran kebutuhan modernisasi alutsista, Menteri Ryamizard belum bisa menyebutkannya. Ryamizard mengatakan ia masih harus menghitungnya lagi.
ADITYA BUDIMAN