TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri mengaku telah menegosiasikan kembali persyaratan kerja ke Jepang bersama dengan Menteri Tenaga Kerja, Kesehatan, dan Kesejahteraan Jepang Yasuhisa Shiozaki. Kemungkinan penambahan peluang tenaga kerja terampil juga di bahas keduanya.
Pertemuan bilateral keduanya memfokuskan pada tiga masalah. Pertama, pertemuan memfokuskan kepada progres penempatan perawat dan caregivers melalui Indonesian-Japan Economics Partnership Agreement (IJEPA). Kedua, adalah reformasi peraturan perundangan ketenagakerjaan Jepang. Ketiga, tentang program magang tenaga kerja ke Jepang (apprenticeship programme).
Pembahasan tersebut terjadi di sela pertemuan Menteri Tenaga Kerja G-20 di Beijing, Cina, pada Selasa, 12 Juli 2016. Menurut Hanif, Jepang mensyaratkan perawat asal Indonesia harus lulusan sarjana (S-1) dan pengalaman kerja dua tahun.
"Mereka yang dinyatakan tidak lulus dalam ujian selama tiga tahun di Jepang maka harus kembali ke Indonesia. Maka secara otomatis mereka akan sulit mencari pekerjaan kembali di Indonesia, dikarenakan selama di Jepang para perawat dan caregiver tidak diperbolehkan untuk menangani pasien," ujar Hanif melalui keterangan tertulisnya pada Rabu, 13 Juli 2016.
Ia berharap dengan adanya perubahan persyaratan bakal lebih banyak lagi kesempatan perawat asal Indonesia yang melamar pekerjaan ke Jepang. Terkait dengan usulan itu, Hanif mengklaim Yasuhisa Shiozaki menyambut positif.
Menurut dia, hal tersebut nantinya bisa dibahas secara teknis kedua pihak. Terkait dengan reformasi peraturan perundangan ketenagakerjaan yang saat ini sedang dalam pembahasan di Parlemen Jepang, Hanif juga mengusulkan Jepang menerima tenaga kerja asing pada jabatan seperti housekeeper, cleaning service, dan lain-lain agar dapat dikategorikan sebagai bagian dari jabatan formal.
INGE KLARA SAFITRI